Pentolan Pink Floyd Beri Alasan Mengapa Sebut Joe Biden Penjahat Perang
Pentolan grup rock Pink Floyd Roger Waters melabeli Presiden AS Joe Biden sebagai penjahat perang dalam konteks perang Rusia-Ukraina.
Penulis: Setya Krisna Sumarga
Tetap pada subjek Perang Dunia II, musisi itu berpendapat Uni Soviet hampir memenangkan perang berdarah pada saat AS masuk ke palagan Eropa.
Ia mengatakan ada 23 juta orang Rusia tewas di peperangan itu.
“Untuk melindungi Anda dan saya dari ancaman Nazi,” kata Waters sembari menunjuk ke arah Smerconish yang menyambutnya seperti menertawakan pandangan Waters.
“Anda akan berpikir Rusia akan belajar dari perang dan tidak akan menginvasi Ukraina…adil?” cecar Smerconish sembari tertawa.
Waters menolak pendapat itu sembari bertanya, ”Apa yang akan dilakukan Amerika Serikat jika China menempatkan rudal bersenjata nuklir ke Meksiko dan Kanada,” sergah Waters.
“Orang-orang China sibuk mengepung Taiwan saat kita berbicara,” timpal Smerconish mengalihkan topik pembicaraan.
Rogers Waters mengingatkan sang pewawancara yang ia sebut percaya propaganda di medianya (CNN). Smerconish tertawa dan terus menyangkal. Waters mengingatkan prinsip Satu China.
Sebelumnya, Roger Waters telah mengutuk operasi Rusia, mencapnya sebagai kesalahan criminal, tindakan gangster dan ia menyerukan gencatan senjata segera.
Akhir tahun lalu, Rusia mengajukan proposal kepada NATO dan AS untuk menyetujui jaminan keamanan di mana blok tersebut akan menahan diri dari ekspansi lebih lanjut ke Eropa timur.
Menerima Ukraina sebagai anggota NATO dalam pandangan Rusia adalah poin paling berbahaya dan kontroversial.
Pada saat itu, Moskow juga bersikeras untuk tidak menyebarkan senjata ofensif, termasuk senjata nuklir, dan menuntut agar pasukan NATO mundur ke posisi yang mereka duduki pada 1997.
Maret 2022, setelah Rusia menggelar operasi militer ke Ukraina, Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Ryabkov mengatakan jaminan keamanan yang diusulkan sebelumnya tidak lagi berlaku.
Rusia mengirim pasukan ke Ukraina pada 24 Februari 2022, sebagai babak akhir kegagalan Kiev untuk mengimplementasikan perjanjian Minsk 2014.
Perjanjian ini dirancang memberikan status khusus wilayah Donetsk dan Lugansk di dalam negara Ukraina.