Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Besok, Sri Lanka Berencana Akhiri Keadaan Darurat Setelah Kondisi Negara Mulai Stabil

Penerapan keadaan darurat telah banyak dikritik oleh kelompok hak asasi sebagai langkah kejam

Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Seno Tri Sulistiyono
zoom-in Besok, Sri Lanka Berencana Akhiri Keadaan Darurat Setelah Kondisi Negara Mulai Stabil
AFP/ARUN SANKAR
Pengunjuk rasa anti-pemerintah (kiri) berbicara dengan anggota pasukan keamanan Sri Lanka di lokasi kamp protes di depan Sekretariat Presiden di Kolombo pada 22 Juli 2022. - Ratusan tentara dan polisi Sri Lanka menggerebek markas anti-pemerintah utama kamp protes di ibu kota pada awal 22 Juli dan mulai merobohkan tenda-tenda aktivis yang tidak bersenjata, kata seorang wartawan AFP. (Photo by Arun SANKAR / AFP) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo

TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Pemerintah Sri Lanka pada hari Selasa (16/8) menyampaikan pihaknya akan mengakhiri keadaan darurat setelah kondisi negara itu mulai stabil.

Sebelumnya, Sri Lanka telah menerapkan keadaan darurat selama beberapa bulan untuk mencegah meluasnya aksi protes akibat krisis ekonomi yang melanda negara itu.

Keadaan darurat yang diberlakukan oleh Presiden baru Sri Lanka, Ranil Wickremesinghe rencananya akan berakhir pada hari Kamis (18/8).

"Situasi di negara ini telah stabil, tidak perlu menerapkan kembali keadaan darurat.” ungkap seorang pejabat di kantor kepresidenan Sri Lanka.

Baca juga: Mantan Presiden Sri Lanka Gotabaya Rajapaksa tiba di Bangkok, tiga minggu setelah presiden baru disumpah

Dikutip dari Channel News Asia, Rabu (17/8/2022) penerapan keadaan darurat itu telah banyak dikritik oleh kelompok hak asasi sebagai langkah kejam, yang memungkinkan presiden membuat peraturan dan membatasi kebebasan warga negara tanpa peninjauan kembali.

Krisis Ekonomi Sri Lanka

Berita Rekomendasi

Sri Lanka, negara yang berpenduduk 22 juta jiwa itu mengalami kekurangan bahan pokok yang parah sejak akhir tahun lalu, setelah negara itu kehabisan devisa untuk membiayai impor yang paling vital sekalipun.

Negara itu gagal membayar utang luar negerinya sebesar 51 miliar dolar AS pada pertengahan April dan saat ini sedang dalam pembicaraan dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk kemungkinan bailout.

Selain itu, Sri Lanka juga tengah menghadapi hiperinflasi, dengan tingkat inflasi secara keseluruhan mencapai 60,8 persen, sementara inflasi makanan di bulan lalu jauh lebih tinggi, yakni sebesar 90,9 persen.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas