Sri Lanka Capai Kesepakatan dengan IMF Terkait Pinjaman 2,9 Miliar Dolar AS
Setelah paket IMF disetujui, Sri Lanka kemungkinan juga akan menerima dukungan keuangan lebih lanjut dari kreditur multilateral lainnya.
Penulis: Mikael Dafit Adi Prasetyo
Editor: Muhammad Zulfikar
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Mikael Dafit Adi Prasetyo
TRIBUNNEWS.COM, KOLOMBO – Pemerintah Sri Lanka telah mencapai kesepakatan awal dengan Dana Moneter Internasional (IMF) untuk pinjaman sekitar 2,9 miliar dolar AS.
"Perjanjian ini hanyalah awal dari jalan panjang di depan bagi Sri Lanka untuk keluar dari krisis," kata Pejabat senior IMF, Peter Breuer dikutip dari reuters, Jumat (2/9/2022).
Persyaratan IMF untuk pinjaman juga termasuk menerima jaminan pembiayaan dari kreditur resmi Sri Lanka.
Baca juga: IMF Mulai Adakan Pembicaraan Tentang Restrukturisasi Utang Sri Lanka
Program bantuan IMF yang akan berjalan selama empat tahun ini, memiliki tujuan untuk meningkatkan pendapatan pemerintah, mendorong konsolidasi fiskal, memperkenalkan harga baru untuk bahan bakar dan listrik, menaikkan belanja sosial, meningkatkan otonomi bank sentral dan membangun kembali cadangan devisa yang habis.
"Mulai dari salah satu tingkat pendapatan terendah di dunia, program ini akan menerapkan reformasi pajak besar. Reformasi ini termasuk membuat pajak penghasilan pribadi lebih progresif dan memperluas basis pajak untuk pajak penghasilan badan dan PPN," kata IMF.
“Program ini bertujuan untuk mencapai surplus primer sebesar 2,3 persen dari PDB pada tahun 2024,” tambahnya.
Baca juga: Biaya Hidup di Thailand Tinggi, Mantan Presiden Gotabaya Rajapaksa akan Pulang ke Sri Lanka
Setelah paket IMF disetujui, Sri Lanka kemungkinan juga akan menerima dukungan keuangan lebih lanjut dari kreditur multilateral lainnya.
Sementara itu, Breuer mengatakan bahwa perjanjian awal juga menyoroti komitmen pemerintahan presiden Wickremesinghe untuk reformasi yang komprehensif dan signifikan.
"Ini adalah alat yang kredibel untuk menunjukkan kepada kreditur bahwa Sri Lanka serius terlibat dalam reformasi," katanya.
Di samping itu, Sri Lanka perlu merestrukturisasi utang hampir 30 miliar dolar AS, dan Jepang telah menawarkan untuk memimpin pembicaraan dengan kreditur utama lainnya, termasuk India dan China.
Baca juga: Besok, Sri Lanka Berencana Akhiri Keadaan Darurat Setelah Kondisi Negara Mulai Stabil
"Jika kreditur tidak bersedia memberikan jaminan ini, hal itu akan memperdalam krisis di Sri Lanka dan akan merusak kapasitas pembayarannya," kata Breuer.
Kemudian, Sri Lanka juga perlu mencapai kesepakatan dengan bank internasional dan manajer aset yang memegang sebagian besar obligasi negara senilai 19 miliar dolar AS.
"Dari sudut pandang kami, penting untuk bergerak cepat," kata Breuer, merujuk pada perlunya kreditur untuk bekerja sama.
"Karena kita ingin menghindari krisis menjadi lebih buruk." imbuhnya.