Media Asing Ramai Beritakan Ribuan Turis Australia Terlantar di Bali, Ternyata Ini Penyebabnya
Sejak kemarin sejumlah media asing memberitakan soal ribuan turis asal Australia yang terlantar di Bali, Indonesia.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sejak kemarin sejumlah media asing memberitakan soal ribuan turis asal Australia yang terlantar di Bali, Indonesia.
Hanya turis asal Australia bukan dari negara lain.
Penyebabnya bukan karena kebijakan pemerintah Indonesia melainkan karena pesawat Jetstar yang menelantarkan sekitar 4.000 turis asal Australia itu.
News.com.ua, menulis ribuan warga Australia di Bali terkena dampak pembatalan penerbangan Jetstar.
Ribuan orang Australia itu lelah karena terdampar di Bali akan berusaha keras untuk pulang setelah serangkaian pembatalan penerbangan dengan maskapai murah itu.
Baca juga: Bikin Kesepakatan di Bali, Belasan Pemimpin Industri Umumkan Aliansi untuk Dekarbonisasi
Jetstar Airways merupakan maskapai penerbangan bertarif rendah Australia yang berpusat di Melbourne, Australia.
Ini merupakan anak perusahaan Qantas.
Mirip dengan maskapai Lion Air di Indonesia yang kerap memasang tarif murah.
Abc.net.au menulis warga Australia terdampar di Bali setelah beberapa kali pembatalan penerbangan Jetstar membuat para turis berebut mencari akomodasi darurat karena mereka menunggu lebih dari seminggu untuk penerbangan berikutnya.
Delapan penerbangan pulang pergi antara Melbourne atau Sydney dan Denpasar telah dibatalkan sejak 1 September lalu.
Jetstar telah mengkonfirmasi 4.000 turis Australia di Bali terpengaruh.
Dalam sebuah pernyataan, kepala pilot Jetstar Jeremy Schmidt mengatakan armada Boeing 787 mengatakan pesawat bermasalah diantaranya karena sambaran petir, sambaran burung, kerusakan dari item di landasan pacu dan penundaan pengadaan suku cadang tertentu untuk satu pesawat karena untuk masalah rantai pasokan global.
Kepala Eksekutif Jetstas Alan Joyce seperti dikutip dari BBC mengatakan timnya telah berusaha sekuat tenaga untuk bisa memulangkan turis Australia itu.
"Kami harus sabar karena seluruh industri telah menangani cuti sakit dan kekurangan tenaga kerja dalam beberapa bulan terakhir," tambah Joyce.