Menlu RI: Presidensi G20 Indonesia Paling Sulit, Nasib Miliaran Penduduk Dunia Jadi Taruhan
Presidensi Indonesia di G20 tahun ini mungkin merupakan presidensi yang paling sulit, di mana dunia sedang menghadapi multiple crisis
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Wahyu Aji
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presidensi Indonesia G20 tahun ini mungkin merupakan presidensi yang paling sulit, di mana dunia sedang menghadapi multiple crisis dan nasib miliaran penduduk dunia jadi taruhan jika G20 gagal.
Sebab disaat pandemi belum tuntas, perang di Ukraina, tensi geopolitik menajam, dan juga terjadinya krisis pangan, energi, dan keuangan.
Pernyataan ini disampaikan Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi di pers briefing mingguan yang diselenggarakan Kementerian Luar Negeri (Kemlu) pada Kamis (13/10/2022), jelang KTT G20 yang akan diselenggarakan di Bali tanggal 15-16 November 2022.
"Semua persiapan terus kita lakukan baik persiapan logistik maupun persiapan substansinya," kata Retno.
"Dalam kondisi yang extraordinary tingkat kesulitannya ini, maka dalam pembahasan diperlukan inovasi atau cara-cara baru agar pembahasan tidak terhenti," lanjutnya.
Retno tidak menampik diskusi dalam KTT G20 kemungkinan akan penuh dinamika, sebagaimana terjadi pada pertemuan G20 tingkat menteri dan bahkan pertemuan multilateral lain.
Sebab dalam kondisi normal saja, negosiasi di G20 tidak pernah mudah, apalagi dalam kondisi saat ini di mana posisi negara benar-benar terdapat gap yang cukup lebar antara satu posisi dengan posisi yang lain.
Menlu RI mengatakan, tugas Indonesia sebagai presiden G20 adalah mengelola agar dinamika yang sangat luar biasa tersebut agar tidak merusak seluruh bangunan G20.
"It is not about the presidency itself, tetapi Indonesia justru berpikir panjang, berpikir untuk dunia. Bahwa G20 tidak boleh gagal karena G20 hasil kerjanya ditunggu oleh masyarakat dunia. Sekali lagi tidak boleh gagal," ungkap Retno.
Baca juga: Penjelasan Menteri Luar Negeri RI Soal Konfirmasi Kehadiran Presiden AS, Rusia dan China di KTT G20
Retno berujar di masa sulit ini, G20 adalah salah satu dari sedikit forum ekonomi dunia yang masih dapat bekerja merespons krisis global saat ini.
Taruhannya terlalu besar jika G20 gagal karena menyangkut nasib dan kesejahteraan miliaran penduduk dunia, terutama di negara berkembang.
Oleh karena itu, Menlu RI terus mengajak negara anggota G20 untuk menunjukkan tanggung jawabnya kepada dunia.
"Keberhasilan G20 bukan di tangan satu dua negara, tetapi berada di tangan seluruh anggota G20. It is a collective responsibility. Kalau kita ingin dikatakan sebagai negara besar, maka tanggung jawabnya pun juga besar. Dan tanggung jawab itu harus ditunaikan dengan baik. Itulah pesan yang kita terus sampaikan kepada negara-negara anggota G20," ujarnya.
Menlu RI juga kembali menegaskan komitmen Indonesia agar G20 menghasilkan kerja sama konkret yang tidak saja berguna bagi anggotanya, namun juga bagi dunia, terutama bagi negara berkembang, sehingga hal ini memerlukan upaya maksimal.
Untuk menyukseskan KTT komunikasi terus dijalankan dan jalin dengan semua satu per satu dan dalam semua tingkatan, di luar komunikasi formal.
Salah satu contoh menjalin komunikasi intensif yang dilakukan dengan semua Menlu G20 satu per satu di sela-sela Sidang Majelis Umum PBB di New York bulan lalu.
Baca juga: Manfaat Presidensi G20 di Indonesia, Tekan Masalah Global Termasuk Minyak Dunia
"Minggu ini, saya kembali lakukan komunikasi satu per satu dengan mereka, antara lain dengan Menteri Luar Negeri Perancis, Menteri Luar Negeri Inggris, Menteri Luar Negeri Jerman, Menteri Perdagangan Kanada. Dan semalam, melalui Dubes kita di Beijing saya juga sampaikan beberapa pesan. Sampai hari H nanti, komunikasi akan terus kita lakukan," ujarnya.