Serangan Udara Militer Myanmar Tewaskan 80 Orang di Kachin, Empat Bom Dijatuhkan
Junta militer Myanmar menjatuhkan empat bom ke acara Organisasi Kemerdekaan Kachin, mengakibatkan 80 orang tewas dan 100 terluka.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Serangan udara yang dilakukan militer Myanmar di negara bagian Kachin menewaskan 80 orang.
Para korban ini sebelumnya berkumpul untuk merayakan berdirinya Organisasi Kemerdekaan Kachin pada Minggu (23/10/2022) malam waktu Myanmar.
Sebanyak 80 orang tewas dan sekitar 100 orang lainnya terluka, ungkap juru bicara Asosiasi Seniman Kachin kepada kantor berita Associated Press pada Senin (24/10/2022).
Laporan awal mengatakan ada 60 korban yang tewas, namun sumber yang dekat dengan pejabat Tentara Kemerdekaan Kachin mengatakan sekitar 80 orang meninggal dunia.
Menurut laporan Al Jazeera pada Selasa (25/10/2022), juru bicara mengatakan pesawat militer menjatuhkan empat bom pada acara perayaan pada Minggu malam.
Acara tersebut dihadiri antara 300 hingga 500 orang, termasuk musisi dan artis.
Baca juga: 2 Ledakan Dilaporkan di Penjara Insein Myanmar, 3 Staf dan 5 Pengunjung Tewas
Adapun korban yang tewas meliputi perwira dan tentara militer Kachin, musisi, bos pertambangan batu giok, warga sipil, dan juru masak yang bekerja saat acara.
Seorang penyanyi Kachin dan pemain keyboard juga termasuk korban tewas, jelas juru bicara ini dengan syarat anonim karena alasan keamanan.
Informasi mengenai korban dan rincian insiden penyerangan ini belum dapat dikonfirmasi secara independen.
Namun, sejumlah media memposting video yang menunjukkan puing-puing rumah kayu hingga kendaraan yang hancur diduga akibat serangan udara.
Grup Berita Kachin juga melaporkan bahwa pasukan keamanan pemerintah menghalangi agar korban terluka tidak bisa dirawat di rumah sakit terdekat.
Amnesty International meminta militer untuk memberikan akses kepada petugas medis dan organisasi kemanusiaan ke daerah itu serta kepada korban yang terdampak serangan udara.
"Kami khawatir serangan ini adalah bagian dari pola serangan udara yang melanggar hukum oleh militer yang telah membunuh dan melukai warga sipil di daerah yang dikendalikan oleh kelompok bersenjata," kata wakil direktur regional Amnesty, Hana Young, dalam sebuah pernyataan.
"Militer telah menunjukkan ketidakpedulian yang kejam terhadap kehidupan sipil dalam kampanye yang meningkat melawan musuh. Sulit dipercaya bahwa militer tidak mengetahui kehadiran warga sipil yang signifikan di lokasi serangan ini," katanya.
Disebut Sarang Teroris
Kantor informasi pemerintah militer Myanmar mengkonfirmasi penyerangan ini dalam sebuah pernyataan pada Senin (24/10/2022) malam.
Pemerintah mengatakan, serangan yang menyasar markas Brigade ke-9 Tentara Kemerdekaan Kachin ini merupakan "operasi yang diperlukan" sebagai tanggapan atas tindakan "teroris" yang dilakukan kelompok Kachin.
Pernyataan itu juga menyebut laporan tentang jumlah korban tewas yang tinggi sebagai "rumor", dan membantah militer telah mengebom sebuah konser dan penyanyi serta penonton.
Sebelumnya, Kantor PBB di Myanmar menyatakan bahwa pihaknya merasa "sangat prihatin dan sedih" dengan laporan serangan udara tersebut.
Kedutaan negara Barat di Myanmar, termasuk Amerika Serikat, mengeluarkan pernyataan bersama yang mengatakan serangan itu menggarisbawahi "pengabaian rezim militer atas kewajibannya untuk melindungi warga sipil dan menghormati prinsip-prinsip dan aturan hukum humaniter internasional".
Serangan mematikan ini datang hanya beberapa hari menjelang pertemuan khusus para menteri luar negeri ASEAN untuk membahas meluasnya kekerasan di Myanmar.
Myanmar telah lama menghadapi konflik dengan perjuangan kemerdekaan etnis minoritas.
Namun, aksi anti-pemerintah meningkat tajam secara nasional sejak kudeta militer pada tahun 2021 dan pembentukan gerakan pro-demokrasi bersenjata yang menentang kekuasaan militer.
Tentara Kemerdekaan Kachin adalah salah satu kelompok pemberontak etnis yang kuat dan mampu membuat persenjataan mereka sendiri.
Acara perayaan pada Minggu itu diadakan untuk menandai peringatan 62 tahun berdirinya Organisasi Kemerdekaan Kachin.
Acara diramaikan dengan konser yang diadakan di sebuah pangkalan yang juga digunakan untuk pelatihan militer di dekat desa Aung Bar Lay di kotapraja Hpakant, daerah pegunungan terpencil 950km utara kota terbesar Myanmar, Yangon.
Baca juga: Pengadilan Junta Myanmar Jatuhkan Hukuman 10 Tahun Penjara Kepada Jurnalis Jepang
Baca juga: AS Jatuhkan Sanksi Terhadap 3 Pengusaha Myanmar karena Terlibat Pengadaan Senjata Buatan Rusia
Human Rights Watch (HRW) menyebut serangan itu sebagai pelanggaran nyata terhadap hukum perang.
"Serangan mengerikan ini harus memicu upaya baru oleh negara-negara terkait untuk menegakkan sanksi lebih keras terhadap junta, termasuk memutus aksesnya ke pendapatan mata uang asing serta senjata dan bahan bakar penerbangan," tegas Direktur HRW Asia, Elaine Peterson.
Delapan kelompok lokal Myanmar juga mendukung seruan untuk sanksi baru, menyebut serangan itu tidak manusiawi.
"Serangan-serangan pengeboman yang disengaja terhadap sebuah pertemuan sipil besar yang telah mengakibatkan pembunuhan massal adalah tindakan kejahatan perang yang serius," jelas kelompok-kelompok yang termasuk Federasi Pelajar Kachin dan Liga Wanita Burma dalam sebuah pernyataan.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.