Dihantui Krisis Energi, Orang Jerman Datangi Kursus Menghadapi Pemadaman Listrik
Krisis energi melanda Jerman buntut perang Rusia-Ukraina, dengan pemadaman listrik menghantui menjelang musim dingin.
Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Garudea Prabawati
Restoran Kurangi Menu
Beberapa daerah di Jerman menerapkan langkah-langkah dini untuk menghemat lebih banyak listrik.
Menurut laporan media lokal, dikutip dari Anadolu Agency, restoran-restoran di negara bagian Baden-Wurttemberg mengurangi menu hingga lebih sering tutup.
"Optimalisasi adalah tugas permanen. Tetapi tekanan ekonomi telah meningkat, sehingga jam buka, menu atau penempatan staf dipertanyakan," jelas Daniel Ohl, juru bicara Asosiasi Hotel dan Restoran Baden-Wurttemberg, kepada kantor berita Jerman, DPA.
Restoran memberikan hari libur tambahan atau menghapus hidangan dari menu yang jarang dipesan.
Sementara itu di Kota Ludwigshafen, negara bagian Rhineland-Palatinate, otoritas mematikan penerangan jalan bahkan di titik lalu lintas penting Hochstrasse Utara dan Selatan.
Ini bertujuan untuk menghemat sekitar 150.000 kilowatt jam listrik selama krisis energi.
"Penting bagi kita sebagai pemerintah untuk memberikan contoh dan melestarikan sumber daya bersama dengan industri dan warga negara," kata Wali kota Jutta Steinruck dalam sebuah pernyataan.
"(Penghematan energi dalam penerangan jalan adalah) proses berkelanjutan yang telah dilakukan secara konsisten selama bertahun-tahun," lanjut pernyataan tersebut.
Setiap tahun, sekitar 5 persen energi dihemat dibandingkan tahun sebelumnya.
Di bagian paling selatan Jerman, di Bavaria, bank Sparkasse Augsburg berencana menurunkan suhu ruangan untuk menghemat energi.
Baca juga: Ikuti Jejak AS, Jerman Blokir Investasi Produk Semikonduktor dari China
Baca juga: Industri Klub Malam di Inggris Akan Hilang pada 2030 Imbas Mahalnya Biaya Hidup dan Krisis Energi
Sejatinya ini menjadi hal yang wajib sejak peraturan hemat energi diberlakukan pemerintah Jerman mulai bulan September.
Karena suhu di dalam ruangan dibatasi, bank juga melonggarkan peraturan pakaiannya yang ketat.
"Prinsip dasarnya tetap, tentu saja, tetapi diperlunak karena kami meminta pengertian," kata seorang juru bicara kepada media lokal.
"Tapi tidak ada yang akan berdiri dengan sweter compang-camping di tempat kami," pungkasnya.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)