Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pohon Natal 'Hitam' dari Kebakaran Hutan di Korea Selatan, Soroti Krisis Iklim

Keuskupan Agung Seoul di Korea Selatan (Korsel) telah memasang pohon Natal dengan dahan hangus dan batang pohon dari kebakaran hutan yang terjadi

Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Pohon Natal 'Hitam' dari Kebakaran Hutan di Korea Selatan, Soroti Krisis Iklim
Tribunnews.com/Theresia Felisiani
Suasana Natal 2022 mulai terasa di Lapangan Santo Petrus, Vatikan. Tampak sebuah pohon Natal raksasa sudah berada di Lapangan Santo Petrus, Vatikan, Kamis (17/11/2011). 

TRIBUNNEWS.COM, SEOUL - Keuskupan Agung Seoul di Korea Selatan (Korsel) telah memasang Pohon Natal dengan dahan hangus dan batang pohon dari kebakaran hutan yang terjadi baru-baru ini.

Dekorasi tidak biasa ini dibuat 'untuk meningkatkan kesadaran terkait masalah lingkungan dan krisis iklim'.

Pohon Natal tersebut dibuat dengan kayu bakar dan cabang pohon dari kebakaran hutan baru-baru ini di Gangwon-do pada 26 November lalu.

Seperti yang dilaporkan Catholic Peace Broadcasting Corporation (CPBC) pada 29 November 2022.

Dikutip dari laman www.ucanews.com, Selasa (6/12/2022), Profesor Cho Seong-hyeon dari Universitas Hansung mengatakan bahwa setiap tahun tema terkait lingkungan dipilih untuk menyoroti pentingnya aksi iklim.

"Kami sebelumnya telah membuat pohon Natal khusus di akhir tahun dengan menggunakan bahan plastik bekas di tahun-tahun saat penggunaan plastik yang berlebihan menjadi masalah. Kami ingin berbagi kesadaran tentang hal ini," kata Cho.

Melalui Pohon Hitam ini, Cho ingin mereka yang melihatnya memiliki keseriusan dalam memandanga krisis perubahan iklim dan peduli terhadap tetangga mereka yang membutuhkan.

Berita Rekomendasi

Kampanye lingkungan di negara itu pun akan berlangsung hingga Agustus 2023.

Keuskupan Agung Seoul dan beberapa tokoh bekerja sama memasang pohon Natal Hitam tahun ini.

Perlu diketahui, kebakaran hutan biasa terjadi di Korsel selama musim semi yang menyebabkan kerusakan luas pada vegetasi dan properti.

Baca juga: Kekurangan Stok, Harga Pohon Natal di Amerika Serikat Diprediksi Naik 15 Persen

Sebelumnya pada 3 dan 4 Maret lalu, NASA Earth Observatory melaporkan awal kebakaran hutan di Uljin dan Samcheok dengan bantuan Spektroradiometer Pencitraan Resolusi Sedang (MODIS) pada satelit Aqua miliknya.

Sekitar 18.000 petugas pemadam kebakaran dan puluhan helikopter pun dikerahkan untuk memadamkan api.


Kebakaran hutan itu merusak sekitar 512 fasilitas, termasuk 343 rumah dan sekitar 16.755 hektar hutan di Uljin.

Kendati demikian, tidak ada korban jiwa yang dilaporkan.

Pihak berwenang pun mengevakuasi 7.355 orang dari 4.659 rumah tangga dari daerah yang terkena dampak kebakaran.

Pemerintah kemudian menetapkan wilayah pesisir timur yang dilanda kebakaran hutan besar-besaran itu sebagai zona bencana khusus dan menjanjikan dukungan cepat bagi para korban.

Dalam salah satu jurnal akses terbuka peer-reviewednya, Institut Penerbitan Digital Multidisipliner (MDPI) yang berbasis di Swiss menunjuk pada tren iklim sebagai alasan utama kebakaran hutan di berbagai belahan dunia.

Data menyebutkan bahwa frekuensi dan intensitas kebakaran hutan terus meningkat seiring dengan perubahan iklim yang berlangsung.

Karena perubahan iklim ini cenderung meningkatkan kondisi cuaca yang ekstrem.

Studi tersebut menunjukkan bahwa pada periode 2010 hingga 2019, 58 persen kebakaran hutan terjadi di Korsel selama musim semi dan 23 persen terjadi selama musim dingin.

Studi tersebut juga menunjukkan bahwa kebakaran hutan lebih jarang terjadi di musim panas karena curah hujan yang sangat pekat dan kelembaban yang tinggi di wilayah tersebut.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas