Dokter Senior di China Sebut 70 Persen Penduduk Shanghai Terinfeksi Covid-19
Seorang dokter senior di Rumah Sakit Ruijin Shanghai mengatakan 70 persen populasi kota besar itu mungkin telah terinfeksi Covid-19
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Seorang dokter senior di salah satu rumah sakit top Shanghai mengatakan 70 persen populasi kota itu mungkin telah terinfeksi Covid-19 selama lonjakan besar kasus di China, lapor media pemerintah pada Selasa.
Dilansir Straits Times, peningkatan tajam Covid-19 terjadi setelah pembatasan ketat yang sudah berlangsung beberapa tahun, tiba-tiba dilonggarkan pada bulan Desember 2022.
Dengan sedikit peringatan atau persiapan, rumah sakit dan krematorium menjadi kewalahan.
Dr Chen Erzhen, wakil presiden di Rumah Sakit Ruijin sekaligus anggota panel penasihat ahli Covid-19 Shanghai, memperkirakan bahwa mayoritas dari 25 juta orang di kota itu mungkin telah terinfeksi.
“Sekarang penyebaran epidemi di Shanghai sangat luas, dan mungkin telah mencapai 70 persen dari populasi, angka itu 20 sampai 30 kali lebih banyak dari pada bulan April dan Mei,” katanya kepada outlet Dajiangdong Studio.
Shanghai menerapkan lockdown sejak April.
Baca juga: 14 Negara yang Batasi Pendatang dari China karena Covid-19
Lebih dari 600.000 penduduk terinfeksi dan banyak yang diangkut ke pusat karantina massal.
Tapi sekarang, varian Omicron menyebar merajalela di seluruh kota.
Para ahli memperkirakan infeksi di sana akan mencapai puncaknya pada awal 2023.
Di kota-kota besar lainnya, termasuk Beijing, Tianjin, Chongqing, dan Guangzhou, pejabat kesehatan China menyatakan bahwa gelombang Covid-19 telah mencapai puncaknya.
Dr Chen menambahkan bahwa rumah sakitnya di Shanghai menerima 1.600 rawat inap darurat setiap hari.
Jumlah itu dua kali lipat jumlah sebelum pembatasan dicabut.
80 persen dari pasien rawat inap adalah pasien Covid-19.
“Lebih dari 100 ambulan tiba di rumah sakit setiap hari,” katanya.
Ia menambahkan bahwa sekitar setengah dari penerimaan darurat adalah orang yang rentan berusia di atas 65 tahun.
Baca juga: Cegah Penyebaran Covid-19, Belgia akan Uji Air Limbah Pesawat dari China
Di Rumah Sakit Tongren di pusat kota Shanghai, wartawan AFP melihat pasien menerima perawatan medis darurat di luar pintu masuk fasilitas yang penuh sesak pada hari Selasa (3/1/2022).
Para pejabat China bersiap menghadapi gelombang Covid-19 yang akan melanda China yang kekurangan SDM.
Jutaan orang bersiap untuk melakukan perjalanan pulang ke kampung halaman mereka untuk liburan Tahun Baru Imlek selama seminggu mulai 21 Januari.
Dalam sebuah wawancara dengan outlet negara CCTV pada hari Senin, pejabat Komisi Kesehatan Nasional Jiao Yahui mengakui bahwa menghadapi puncak yang diprediksi di daerah pedesaan akan menjadi "tantangan besar".
“Apa yang paling kami khawatirkan adalah dalam tiga tahun terakhir tidak ada yang kembali ke rumah untuk Tahun Baru Imlek, tetapi mereka akhirnya bisa tahun ini,” kata Jiao.
"Akibatnya, mungkin ada gelombang pembalasan penduduk perkotaan ke pedesaan untuk mengunjungi kerabat mereka, jadi kami lebih khawatir tentang epidemi pedesaan."
Jiao juga mengakui tekanan pada unit gawat darurat rumah sakit.
Ia berjanji bahwa pihak berwenang akan mengoordinasikan sumber daya medis untuk memastikan perawatan pasien di daerah yang kekurangan dana.
Baca juga: Varian Covid-19 yang Ditemukan di China Telah Terdeteksi di Malaysia
Sementara itu, belasan negara telah memberlakukan pengujian Covid-19 pada penumpang dari China setelah Beijing mengumumkan perbatasannya akan dibuka kembali mulai 8 Januari.
Negara-negara termasuk Amerika Serikat juga menyinggung kurangnya transparansi Beijing seputar data infeksi Covid-19 dan risiko varian baru sebagai alasan untuk membatasi pelancong untuk masuk.
China hanya mencatat 22 kematian akibat Covid-19 sejak Desember.
China juga mempersempit kriteria untuk mengklasifikasikan kematian tersebut di awal bulan.
Tetapi Jiao mengatakan kepada wartawan Kamis lalu bahwa China selalu menerbitkan data "tentang kematian Covid-19 dan kasus parah dengan keterbukaan dan transparansi."
“China selalu berkomitmen pada kriteria ilmiah untuk menilai kematian akibat Covid-19, dari awal hingga akhir, yang sejalan dengan kriteria internasional,” ujarnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)