Setahun Perang Rusia-Ukraina, Tentara dan Warga Sipil Bagikan Kisah Pilu: Saya Takkan Maafkan Rusia
Pasukan Ukraina hingga warga sipil membagikan kisah mereka dan perubahan yang dirasakan sejak perang bergelora di negaranya.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Perang Rusia-Ukraina sudah berjalan setahun ini.
Presiden Rusia, Vladimir Putin, memerintahkan "operasi militer khusus" pada 24 Februari 2022 lalu.
Pasukan Ukraina hingga warga sipil membagikan kisah mereka dan perubahan yang dirasakan sejak perang bergelora di negaranya.
1. Oleksander Protsuk: generasi saya tidak akan memaafkan Rusia
Seorang pasukan Ukraina, Oleksander Protsuk (27), merasakan semua hal dalam hidupnya berubah ketika Rusia melancarkan invasi ke negaranya.
"Saya adalah seorang warga sipil, pekerja keras, lajang, tidak pernah bertugas di ketentaraan," ucapnya kepada Al Jazeera.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Peringatan Setahun: Zelensky Ungkap Situasi Cukup Berbahaya dan Sulit
"Perang memaksa saya mengangkat senjata untuk melindungi negara saya," kata pria yang sebelumnya berprofesi sebagai tukang ledeng.
"Bagian yang paling sulit adalah melihat bagaimana anak-anak muda datang berperang dan mati setelah dua atau tiga hari," imbuhnya.
Protsuk bertugas di garid depan di wilayah Donetsk.
Ia berada di Kyiv karena mengambil cuti 10 hari untuk beristirahat sebelum kembali ke medan tempur.
"Dalam setahun, Ukraina akan berkembang pesat," harap Protsuk.
"Ukraina akan menjadi negara merdeka," katanya.
Baca juga: Setahun Jadi Kekasih Arfito Hutagalung, Naysila Mirsad Punya Mimpi Pernikahan Sederhana Tapi Indah
"Kami akan membangun pagar besar untuk memisahkan diri (Ukraina) dari Rusia, biarkan mereka menjalani hidup mereka, membusuk di balik pagar," ucapnya.
"Barat akan berkembang bersama kami, karena kami adalah bagian dari Eropa."
"Rusia harus membusuk. Kami (akan) berpisah dengan mereka," imbuhnya.
Protsuk juga menegaskan ia dan generasi selanjutnya Ukraina, tak akan memaafkan perbuatan Rusia.
"Mereka tidak akan dimaafkan oleh generasi saya, saya harap, generasi berikutnya (juga tidak memaafkan)," tegasnya.
2. Kyrylo Borysenko: saya kehilangan teman masa kecil
Pasukan Ukraina lainnya, Kyrylo Borysenko, menuturkan kegelisahan yang ia rasakan.
Borysenko, seorang tentara Ukraina berusia 23 tahun, mengaku kehilangan banyak teman masa kecilnya dalam perang melawan pasukan Rusia.
Baca juga: Peringatan Setahun Perang Rusia-Ukraina, Berikut Rangkuman Peristiwa yang Terjadi Selama Invasi
"Banyak orang yang mati. Terlalu banyak darah," ucapnya kepada Al Jazeera.
"Banyak orang yang menganggur. Harga-harga naik, ada inflasi, negara bisa bangkrut," katanya.
Meski demikian, Borysenko mencoba mengambil hikmah di balik terjadinya perang dengan Rusia.
Ia yakin negaranya akan memenangkan peperangan karena dirinya menilai pasukan Rusia tak punya semangat.
"Tapi untuk hal-hal positif, orang-orang bersatu, mereka berdiri untuk satu sama lain," ungkapnya.
"Saya 100 persen yakin kemenangan akan menjadi milik kita."
"Orang-orang Rusia itu, kurang motivasi, mereka tidak punya cukup semangat," sambungnya.
Borysenko mengaku dirinya sudah membenci Rusia sejak Moskow mencaplok Krimea pada 2014 silam.
Ia bahkan berharap tak ada negara yang memiliki tetangga seperti Rusia.
"Sejak 2014, saya membenci Rusia, saya tidak ingin satu negara pun di Bumi memiliki tetangga seperti Rusia," ucapnya.
Baca juga: Jelang Peringatan Setahun Invasi Rusia ke Ukraina, Putin Umumkan Rudal Nuklir Dikerahkan Tahun Ini
3. Tetiana Kravchuk: saya khawatir kedua putra saya direkrut
Warga Ukraina bernama Tetiana Kravchuk (44) membagikan kekhawatirannya soal perang Rusia dan negaranya kepada Al Jazeera.
Kravchuk menyebut perang Rusia di Ukraina "telah memperburuk keadaan".
Penduduk Kyiv yang bekerja sebagai pramuniaga di sebuah toko alat tulis itu mengungkapkan penghasilannya jauh lebih sedikit.
Ia tidak dapat menjalani kehidupan seperti dulu, termasuk mengunjungi ibunya yang berusia 67 tahun yang tinggal di perbatasan Ukraina dan Belarusia.
Di antara hal lainnya, kekhawatiran terbesar Kravchuk adalah jika kedua putranya dapat direkrut untuk berperang.
"Saya sangat khawatir. Saya tidak (bisa) tidur," katanya kepada Al Jazeera.
Baca juga: Satu Tahun Invasi Rusia, Tiga Jurnalis Indonesia Cerita Kondisi Memprihatinkan di Ukraina
"Saya khawatir tentang anak laki-laki saya, mereka mungkin (akan direkrut untuk) wajib militer," imbuhnya.
Kravchuk mengaku sebenarnya tak ingin kedua putranya berperang.
Kendati demikian, ia akan merelakan kedua putranya melawan Rusia jika memang diminta.
"Saya tidak ingin mereka berperang, tetapi jika mereka harus, mereka akan melakukannya," jelasnya.
"Saya orang yang religius, dan saya berharap Tuhan mengampuni hidup mereka," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.