Rusia Mundur dari Traktat Nuklir dengan AS, Menlu RI: Mentalitas Perang Dingin Masih Ada
Retno Marsudi menyebut bahwa mentalitas perang dingin masih ada hingga saat ini diantara kekuatan besar global.
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Hasanudin Aco
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Larasati Dyah Utami
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rusia menangguhkan partisipasinya dalam Traktat Pengurangan Senjata Nuklir dengan Amerika Serikat yang disebut the New START.
Menteri Luar Negeri RI, Retno Marsudi menyebut bahwa mentalitas perang dingin masih ada hingga saat ini diantara kekuatan besar global.
Hal ini ia sampaikan pada konferensi pers usai menghadiri High-Level Segment Conference on Disarmament yang dilaksanakan tanggal 27 Februari.
Pertemuan ini membahas hal-hal yang berkaitan dengan perlucutan senjata global, termasuk soal nuklir.
Ia mengatakan Conference on Disarmament tidak lagi menghasilkan outcome yang berarti guna memastikan dunia yang bebas senjata nuklir.
"Dunia tanpa senjata nuklir masih jauh dari realita," ungkap Retno pada konferensi pers, Rabu (1/3/2023).
Baca juga: Tanpa Aksi Nyata Pelucutan, Menlu RI Sebut Bencana Nuklir Hanya Soal Waktu
Dalam pernyataan nasional, Retno sampaikan bahwa selama lebih dari seperempat abad ini tidak ada kemajuan dalam upaya perlucutan senjata nuklir.
Menurutnya kemandekan itu disebabkan oleh tidak adanya kemauan politik.
Terlebih situasi keamanan global saat ini sangatlah kompleks dan mentalitas Perang Dingin masih ada.
Di tengah situasi ini, negara-negara pemilik senjata nuklir terus memodernisasi persenjataan nuklir dan bersikukuh dengan nuclear deterrence dalam doktrin militer mereka.
"Tanpa aksi nyata yang tegas, saya sampaikan bahwa bencana nuklir hanya soal waktu dan risiko ini semakin besar seiring menajamnya rivalitas antar-kekuatan besar," ujarnya.
Retno mengatakan Indonesia secara khusus mendorong tiga hal dalam pertemuan tersebut.
Pertama, membangkitkan kembali kemauan politik, dimana penting untuk memastikan adanya aksi nyata untuk mencapai perlucutan senjata nuklir.
Salah satu hal penting adalah tercapainya Negative Security Assurances yang mengikat secara hukum, yaitu jaminan bahwa negara pemilik senjata nuklir tidak akan menggunakan senjata nuklir kepada negara non-pemilik senjata nuklir.
Hal kedua dengan memperkuat arsitektur perlucutan senjata nuklir dan non-proliferasi, salah satunya dengan mendorong ratifikasi Traktat Pelarangan Senjata Nuklir.
"Saat ini, Indonesia tengah dalam proses ratifikasi Traktat tersebut dan kita harapkan negara-negara lain melakukan hal yang sama. Selain itu, penggunaan nuklir untuk tujuan damai harus betul-betul dijaga agar tidak diselewengkan menjadi senjata," tegasnya.
Hal ketiga yang didorong Indonesia adalah memfasilitasi kepatuhan terhadap zona bebas senjata nuklir.
Menurut Menlu, zona bebas senjata nuklir merupakan elemen penting dalam mewujudkan perlucutan senjata nuklir global.
"Sebagai Ketua ASEAN tahun ini, Indonesia akan terus memajukan zona bebas senjata nuklir di kawasan Asia Tenggara melalui penandatanganan Protokol Traktat Kawasan Bebas Senjata Nuklir di Asia Tenggara, atau disebut Bangkok Treaty, oleh negara pemilik senjata nuklir," ujarnya.
Menlu RI menyampaikan, dalam pertemuan, sejumlah negara menyampaikan concern yang sama dengan Indonesia agar semua pihak tunjukkan political will untuk mencapai kemajuan perlucutan senjata.
Selain itu, perang di Ukraina, termasuk perkembangan terakhir terkait mundurnya Rusia dari New START Treaty, masih menjadi keprihatinan banyak negara yang semakin meningkatkan risiko penggunaan senjata nuklir.
Keprihatinan terhadap proliferasi senjata nuklir di Semenanjung Korea, isu JCPOA, dan rezim verifikasi safeguards IAEA banyak diangkat negara-negara dalam pertemuan.
"Sejauh ini, belum ada proposal konkret yang disampaikan negara-negara untuk mendorong perkembangan yang signifikan di dalam Konferensi tersebut. Sejumlah negara menyampaikan apresiasi atas pernyataan Indonesia dalam pertemuan yang dinilai konstruktif," ujarnya.