Pertempuran di Bakhmut, Kepala Wagner Yevgeny Prigozhin Minta Rusia Berikan Lebih Banyak Amunisi
Kepala Wagner Group, Yevgeny Prigozhin mengatakan pasukannya berada sangat dekat dengan pusat garis depan pertempuran di kota Bakhmut.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Kepala Wagner Group, Yevgeny Prigozhin, mengatakan pasukannya berada sangat dekat dengan pusat garis depan pertempuran di kota Bakhmut.
Dalam sebuah video yang diunggah di Aplikasi Telegram, Sabtu (11/3/2023), pemimpin kelompok tentara bayaran Rusia itu terlihat berdiri di atap sebuah gedung tinggi - yang ia klaim di daerah Bakhmut.
"Ini gedung pemerintahan kota, ini pusat kota," kata Prigozhin dalam video sambil menunjuk ke sebuah gedung yang ada di kejauhan.
"Jaraknya 1,2 kilometer," ungkapnya.
Prigozhin tampak mengenakan perlengkapan militer lengkap saat berbicara dalam rekaman itu.
Namun, Al Jazeea tidak dapat memverifikasi di mana rekaman itu diambil.
Baca juga: Update Perang Rusia-Ukraina Hari ke-381: Wagner Terima Amunisi dari Moskow
Saat berbicara, terdengar suara artileri meledak.
Ia menambahkan, bahwa yang terpenting saat ini adalah Rusia memasok lebih banyak amunisi untuk Wagner agar tentara bisa bergerak maju.
Prigozhin menuturkan, pasukan Wagner membutuhkan 10.000 ton amunisi per pulan untuk pertempuran itu.
Wagner telah mempelopori serangan terhadap kota-kota di Ukraina timur, termasuk Bakhmut.
Prigozhin beberapa kali mengklaim kemenangan medan perang di depan tentara Rusia.
Ia mengkritik petinggi Rusia dan menuduh militer tidak berbagi amunisi dengan pasukannya.
Baca juga: Kremlin Putus Komunikasi dengan Wagner Rusia, Yevgeny Prigozhin Minta Bantuan Media
Dalam video yang dirilis pada Sabtu, ia mengatakan siap untuk meminta maaf kepada komandan tertinggi Rusia.
Tetapi pada saat yang sama tampak mengejek menteri pertahanan Rusia Sergei Shoigu dan Kepala Staf Umum Valery Gerasimov.
“Saya benar-benar – sepenuhnya – mendukung semua inisiatif mereka,” tambah Prigozhin.
Minta bantuan media
Prigozhin mengatakan, Rusia memutus saluran komunikasi dengan grupnya pada 9 Maret 2023 kemarin.
Pemutusan akses ini terjadi saat Prigozhin gencar meminta bantuan amunisi pada Kementerian Pertahanan Rusia.
“Untuk menghentikan saya meminta amunisi, mereka mematikan semua saluran telepon khusus (pemerintah) di semua kantor dan unit (Wagner)," katanya melalui Telegram, dikutip dari The Moscow Times.
Baca juga: Bos Wagner Rusia Sarankan Pengkhianatan dalam Pertempuran Bakhmut Ukraina
Prigozhin mengaku tidak dapat berbuat untuk mendesak pemerintah Rusia.
Ia meminta bantuan dari media dan rakyat Rusia agar membantunya menekan tentara Rusia untuk berbagi persediaan amunisi dengan Wagner.
“Sekarang saya hanya bisa meminta lebih banyak pasokan melalui media dan kemungkinan besar akan melakukannya,” katanya, dikutip dari Express UK.
Dalam pesan Telegram itu, Yevgeny Prigozhin mengatakan orang-orang di pemerintahan Rusia memblokir semua akses komunikasi.
“Mereka telah memblokir semua izin masuk ke lembaga negara yang membuat keputusan.
“Saya tidak akan menyebutkan nama mereka agar tidak mendiskreditkan mereka dengan cara apapun. Jadi sekarang saya hanya bisa bertanya melalui media,” katanya.
Baca juga: Pemimpin Wagner Yevgeny Prigozhin Tuduh Petinggi Militer Rusia Makar
Kremlin abaikan seruan Wagner soal pasokan amunisi
Grup Wagner menjadi sorotan selama beberapa bulan terakhir karena Yevgeny Prigozhin terus mendesak pemerintah Rusia untuk mengirim amunisi.
Saat ini, grup Wagner yang berada di Bakhmut sedang menghadapi masa sulit karena persediaan amunisi yang semakin menipis, dikutip dari Business Insider.
Pertempuran di Bakhmut
Dikutip dari Guardian, Penasihat Presiden Ukraina, Mykhailo Podolyak, mengungkapkan Volodymyr Zelensky memutuskan untuk melanjutkan pertempuran di Bakhmut untuk menekan unit-unit terbaik Rusia.
Komentar Podolyak disampaikan dalam sebuah wawancara dengan surat kabar La Stampa Italia.
Ini dinilai sebagai sinyal terbaru dari Kyiv untuk melanjutkan pertahanan kota timur yang diperebutkan, tempat pertempuran paling berdarah perang.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)