Pemilu Turki Kian Sengit, Erdogan masih Memimpin Menuju Putaran Kedua Pertahankan Rezimnya
Setelah 20 tahun berkuasa, Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan bahwa ia yakin akan memenangkan pertarungan dengan mengantongi 5 suara lagi.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Theresia Felisiani
TRIBUNNEWS.COM, ANKARA - Pertarungan Turki untuk memperebutkan kursi kepresidenan tampaknya hampir pasti akan berakhir, dengan Presiden Recep Tayyip Erdogan bersiap untuk memimpin empat poin di putaran pertama.
Setelah 20 tahun berkuasa, ia berdiri di balkon markas besar partainya dan mengatakan bahwa ia yakin akan memenangkan pertarungan ini dengan mengantongi 5 suara lagi.
Sementara itu, penantangnya yakni Kemal Kilicdaroglu juga mengaku meraih kemenangan dalam kontestasi Pemilu tersebut.
Namun hasil yang tidak lengkap memberikannya sekitar 45 persen suara, dengan Erdogan mengantongi perolehan lebih dari 49 persen suara.
Sedangkan kandidat membutuhkan lebih dari 50 persen suara untuk bisa menang di putaran pertama.
Dikutip dari laman BBC, Selasa (16/5/2023), saat ini, Erdogan memiliki dorongan tambahan saat ia berusaha untuk memperpanjang masa kepresidenannya.
Menurut angka awal yang diberikan oleh kantor berita negara itu, Partai Aliansi Rakyatnya juga memenangkan mayoritas di parlemen.
Selama berbulan-bulan, berbagai partai oposisi Turki telah mengumpulkan sumber daya mereka dalam upaya untuk mengakhiri rezim presiden yang telah memperpanjang kekuasaannya secara dramatis sejak kudeta yang gagal terhadapnya pada 2016 lalu.
Dalam pemilu ini, warga Turki keluar rumah mereka untuk memilih dalam jumlah yang sangat tinggi, pejabat menempatkan jumlah pemilih dalam kontestasi ini mencapai 88,8 persen.
Pemilihan itu diawasi dengan sangat ketat di negara Barat, karena Kilicdaroglu telah berjanji untuk menghidupkan kembali demokrasi Turki serta hubungan dengan sekutu NATO-nya.
Di sisi lain, pemerintahan Presiden Erdogan yang berakar Islam telah menuduh Barat merencanakan untuk menjatuhkannya dan pencalonan Turki untuk Uni Eropa (UE) telah lama dibekukan.
Pada Senin dini hari, Kilicdaroglu berdiri di atas panggung di markas partainya di Ankara, diapit oleh sekutunya, melakukan yang terbaik demi terdengar bersemangat.
"Kalau bangsa kita bilang putaran kedua, kita pasti menang di putaran kedua," kata Kilicdaroglu.
Juru bicara partai, Faik Oztrak kemudian memperkuat komentarnya, menambahkan bahwa mereka akan melakukan semua yang mereka bisa dalam dua minggu sebelum putaran kedua.
Pendukung di luar markas partai pun meneriakkan salah satu slogannya, 'semuanya akan baik-baik saja', namun tidak jelas apakah kemenangn itu akan terjadi.
Pemimpin oposisi sebelumnya dengan marah menuduh pemerintah berusaha 'menghalangi keinginan rakyat', dengan meluncurkan tantangan berulang kali di kubu oposisi.
Dua bintang yang sedang naik daun di partai tersebut, yakni Wali Kota Istanbul dan Ankara mengingatkan para pemilih bahwa ini adalah strategi yang telah digunakan oleh Partai AK Erdogan sebelumnya.
Mereka memuji tim sukarelawan oposisi yang sangat besar, yang menjaga surat suara untuk memastikan tidak ada hal yang tidak diinginkan terjadi pada pemungutan suara.
Kilicdaroglu yang kini berusia 74 tahun, telah kalah dalam beberapa pemilihan sebagai pemimpin Partai Rakyat Republik.
Namun kali ini pesannya untuk menghapus kekuasaan presiden yang berlebihan 'sangat menyentuh hati'.
Turki juga telah terhuyung-huyung dari krisis biaya hidup dengan inflasi mencapai 44 persen yang diperburuk oleh kebijakan ekonomi ortodoks Erdogan.
Tidak mengherankan jika pasar saham Bist-100 Turki turun 2,7 persen pada Senin pagi dan lira Turki juga kembali merosot.
Kemudian pemerintah Erdogan disalahkan atas respons penyelamatan yang lambat terhadap gempa bumi ganda yang melanda negara itu pada Februari lalu, yang menewaskan lebih dari 50.000 orang di 11 provinsi.
Kendati demikian, meski mengalami beberapa bulan yang sangat sulit, presiden Turki yang dominan ini tampaknya lebih unggul dari pesaingnya yang didukung negara Barat.
Baca juga: Dunia Hari Ini: Dua Calon Presiden Turki Bersaing Ketat dalam Pemilu
Hasil semalam menunjukkan dukungan terhadap Erdogan di delapan kubu partai yang terdampak gempa hanya turun dua hingga tiga poin.
Di tujuh dari delapan kota itu, dukungannya tetap berada di atas 60 persen, hanya di Gaziantep saja yang turun menjadi 59 persen.
Berbicara kepada para pendukungnya dari balkon yang ia gunakan untuk kemenangan sebelumnya, Erdogan mengumumkan bahwa 'meskipun hasil akhirnya belum keluar, kita jauh di depan'.
Namun berapapun selisih antara dua pesaing menjelang putaran kedua yang diharapkan akan berlangsung dalam dua minggu ke depan, Erdogan tampaknya telah menentang banyak lembaga survei yang mengatakan bahwa saingannya memiliki keunggulan dan bahkan bisa langsung menang tanpa putaran kedua.
Menurut hasil yang belum dikonfirmasi, yang dikutip oleh kantor berita negara Anadolu Agency, ia juga menuju mayoritas di parlemen, bersama dengan sekutu MHP nasionalisnya.
"Dari 600 kursi di parlemen, Partai AK (Erdogan) dan sekutu nasionalis MHP memiliki 316 kursi," katanya.
Pendukungnya pun mencemooh sekutu oposisi, karena menyatakan bahwa Kilicdaroglu akan menjadi Presiden Turki ke-13, dan kemudian secara bertahap menurunkan ekspektasi mereka seiring berjalannya malam.
Apa yang dikonfirmasi oleh hasil ini adalah sejauh mana masyarakat Turki telah terpolarisasi 100 tahun sejak Kemal Ataturk mendirikan Republik Turki modern.
Pada jam-jam terakhir sebelum pemungutan suara dimulai, Kilicdaroglu mengakhiri kampanyenya dengan mengunjungi mausoleum Ataturk di Ankara.
Erdogan malah memilih untuk membuat pernyataan yang sangat simbolis kepada basis dukungan konservatif dan nasionalisnya, dengan membuat pidato kampanye di Hagia Sophia di Istanbul.
Di bawah Ottoman, bekas katedral Kristen Ortodoks yang telah menjadi masjid, diubaj Ataturk menjadi museum.
Namun pada 2020, Erdogan mengubahnya kembali menjadi masjid dan menentang kritik internasional.
Saat ini terlihat jelas seberapa dekat putaran kedua yang diharapkan, dan sudah ada spekulasi yang cukup besar mengenai apa yang akan terjadi pada 5 persen suara yang diberikan kepada kandidat ketiga dalam pemilihan, ultranasionalis Sinan Ogan.
Ia tahu bahwa kedua pemimpin akan mencoba untuk meraih suara pendukungnya dan telah menetapkan beberapa syarat tanpa kompromi untuk Kilicdaroglu, termasuk kembalinya pengungsi ke negara asalnya dan 'memerangi terorisme'.
Namun meskipun ia bertindak sebagai penentu kemenangan antara Erdogan dan Kilicdaroglu dengan mendukung satu kandidat atau yang lainnya, masih jauh dari kepastian bahwa pemilih putaran pertamanya akan mengikuti sarannya itu.
Perlu diketahui, meski meraih kurang dari 6 persen suara, namun Sinan Ogan dipandang sebagai sosok penentu pada Pemilu putaran kedua Turki.
Sumber: https://www.bbc.com/news/world-europe-65593504