Rumuskan Regulasi, Kemenkominfo Segera Bentuk Sistem Komunikasi Publik Nasional
Dalam merumuskan sebuah regulasi dalam komunikasi, harus memperhatikan sejauh mana melihat sebuah pesan komunikasi dalam frame kehumasan.
Penulis: Fahdi Fahlevi
Editor: Eko Sutriyanto
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahdi Fahlevi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Komunikasi dan Informatika saat ini sedang menyusun sistem komunikasi publik nasional.
Naskah akademik dari regulasi tersebut akan segera dibahas dan diselesaikan untuk menjadi peraturan presiden.
"Ini sesuai dengan fungsi Kominfo sebagai regulator agar komunikasi pemerintah di jagad virtual khususnya bisa terkelola dengan baik,” ujar Staf Ahli Menteri Bidang Komunikasi dan Media Massa, Widodo Muktiyo.
Hal tersebut diungkapkan oleh Widodo dalam Focus Group Discussion (FGD) Peran Kehumasan dalam Membangun Komunikasi Publik di Hotel Alila, Surakarta, Jawa Tengah.
Menurut Widodo, dalam merumuskan sebuah regulasi dalam komunikasi, harus memperhatikan sejauh mana melihat sebuah pesan komunikasi dalam frame kehumasan.
Baca juga: Forum Aktivis Buddhis Dukung Langkah Menag Cabut SKB 2 Menteri untuk Permudah Bangun Rumah Ibadah
Hal ini menurutnya menjadi pegangan yang diperlukan dalam merumuskan regulasi komunikasi.
Widodo juga menyampaikan bahwa ada hal yang harus diperbaiki dan ditinjau kembali terkait kehumasan pemerintah.
Apalagi dikatakannya jika ditinjau dari kompleksitasnya, tentu stakeholder humas pemerintah sangat kompleks yakni sebuah bangsa.
"Komunikasi kita maknai sebagai oksigen tenaga yang akan berjalan mengalir ke semua stakeholder bangsa ini. Maka target humas dalam arti sesungguhnya adalah untuk mempercepat interaksi dan komunikasi antarsemua stakeholder,” jelasnya.
Sementara itu, Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Henri Subiakto, mengatakan problem utama komunikasi publik pemerintah adalah tidak ada yang mendistribusikan konten-konten yang bagus dari pemerintah.
Menurut Henri, distribusi konten pemerintah selama ini masih lemah.
Henri mengusulkan agar humas pemerintah sudah seharusnya memanfaatkan teknologi blockchain dalam meningkatkan partisipasi masyarakat.
"Siapa yang nge-like, siapa yang nge-share itu terekam dalam teknologi blockchain, kontennya banyak orang yang terlibat akan memperoleh reward berupa token. Maka ini akan membawa partisipasi,” ujar Henri.
Di sisi lain, Guru Besar Universitas Sebelas Maret Surakarta, Pawito, menyampaikan bahwa problematika penyelenggaraan komunikasi publik di Indonesia adalah menurunnya tingkat kepercayaan publik atau defisit kepercayaan yang dapat berdampak serius seperti timbulnya sikap apatis serta penilaian negatif oleh publik.
--