Pantau Pemilu Kamboja, Putu Rudana Nilai Bisa Jadi Contoh untuk Indonesia Jelang 2024
Legislator asal Bali itu berharap suasana proses demokrasi di Kamboja itu juga terjadi di Indonesia jelang Pemilu 2024.
Penulis: Ferdinand Waskita
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Wakil Ketua Badan Kerja Sama Antar Parlemen (BKSAP) DPR RI, Putu Supadma Rudana menyaksikan langsung pemilu partai politik di Kamboja.
Putu menilai pesta demokrasi di Kamboja berjalan dengan penuh kegembiraan, lancar dan damai.
Oleh karena itu, legislator asal Bali itu berharap suasana proses demokrasi di Kamboja itu juga terjadi di Indonesia jelang Pemilu 2024.
"Sebagai observer dari BKSAP Indonesia, saya melihat pemilu di Phnom Penh, Kamboja hari ini sangat menarik. Pemilu mereka berjalan damai, sukacita dan penuh riang gembira, sehingga perlu dijadikan contoh pesta demokrasi Kamboja bagi negara di dunia, khususnya Indonesia yang mau memasuki Pemilu 2024," kata Putu dalam keterangan tertulis, Minggu (23/7/2023).
Putu menyebut penduduk Kamboja yang akan menjadi pemilih dalam Pemilu yang diselenggarakan pada Minggu, 23 Juli 2023, itu sebanyak 9,7 juta orang.
Namun, kata dia, proses kampanye di Kamboja sangat memaknai pesta demokrasi yakni bergembira tanpa ada saling menghujat.
"Pemilu itu maknanya pesta demokrasi, jadi semua gembira tidak saling menghujat, tidak saling gontok-gontokan maupun saling fitnah. Meski banyak partai politik yang ikut berkontestasi, sekitar 18 partai untuk merebut 125 kursi parlemen," katanya.
Oleh karenanya, Putu mengatakan negara dunia khususnya Indonesia yang merupakan Negara Asia agar mencontoh proses pemilu yang dilakukan Kamboja.
Menurutnya, pemilu di Kamboja berjalan sangat demokratis.
"Kamboja ini termasuk negara yang tergolong muda, tapi mampu melaksanakan pesta demokrasi secara demokratis, sesuai dengan kearifan lokalnya, damai dan penuh gembira. Jadi jangan melihat besar atau kecil jumlah penduduknya," ujarnya.
Baca juga: Putra Kesayangan Hun Sen Digadang Jadi Penguasa Baru Kamboja
Pada Pemilu 2018, kata Putu, ada 17 partai yang mencalonkan diri tapi sebagian besar tidak punya kekuatan sumber daya untuk melawan partai yang berkuasa meraih 125 kursi majelis, yakni Partai Kamboja (CPP) dengan pimpinan Perdana Menteri Hun Sen.
Menurut dia, Hun Sen memimpin Kamboja di usia 70 tahun itu telah mencapai status berpenghasilan menengah ke bawah, dengan peningkatan kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur.
"Sektor manufaktur tekstilnya, terutama untuk merek-merek terkenal Barat, berkembang pesat, menciptakan lapangan kerja vital. Sementara ekonomi tumbuh rata-rata 7,7 persen antara tahun 1998 dan 2019," ungkapnya.
Kini, lanjut Putu, putra dari Perdana Menteri Hun Sen digadang-gadang akan menggantikan posisinya untuk Pemilu 2023 yakni Hun Manet.
Kata Putu, Han Manet usianya masih 45 tahun merupakan lulusan akademi militer West Point di Amerika Serikat dan sering bertemu pemimpin dunia, wakil pemimpin dan menteri luar negeri dari negara lain.
Hun Manet, lanjut dia, dengan cepat naik pangkat di angkatan bersenjata Kamboja dan menjabat sebagai kepala kontra-terorisme, wakil kepala unit pengawal ayahnya, kepala tentara, wakil komandan militer dan saat ini menjadi jendral bintang empat.
"Di umur 45 tahun, Hun Manet saat ini Jendral berbintang empat di Kamboja. Ini merupakan prestasi yang luar biasa. Lalu, Hun Manet juga mempunyai pendidikan tinggi dengan gelar master dari Universitas New York dan gelar doktor dari Universitas Bristol Inggris. Keduanya di bidang ekonomi. Dia melewati pendidikan ayahnya dan bahkan di usia muda sudah sering bertemu pemimpin dunia, wakil pemimpun dan menteri luar negeri dari negara lain," pungkasnya.