Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Singapura Eksekusi Wanita untuk Pertama Kali dalam 20 Tahun Terakhir karena Perdagangan Heroin

Pemerintah Singapura telah mengeksekusi wanita untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir. Wanita itu dihukum karena perdagangan heroin.

Penulis: Whiesa Daniswara
Editor: Nanda Lusiana Saputri
zoom-in Singapura Eksekusi Wanita untuk Pertama Kali dalam 20 Tahun Terakhir karena Perdagangan Heroin
enavakal.com
Ilustrasi hukuman mati - Singapura mengeksekusi wanita untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir pada Jumat (28/7/2023). Wanita tersebut didakwa melakukan perdagangan heroin seberat 31 gram. 

TRIBUNNEWS.COM - Pemerintah Singapura telah mengeksekusi seorang wanita untuk pertama kalinya dalam 20 tahun terakhir, Jumat (28/7/2023).

Eksekusi tersebut dilakukan karena wanita bernama Saridewi Binte Djamani melakukan perdagangan heroin seberat 31 gram.

Hukuman mati oleh Saridewi Binte Djamani ini telah mendapatkan banyak kecaman, termasuk Amnesty Internasional.

Dalam lamannya, amnesty.org, Amnesty Internasional mengecam atas tindakan pemerintah Singapura yang telah menghukum mati wanita tersebut.

Dalam catatannya, sejak 30 Maret 2022, pemerintah Singapura telah mengeksekusi sebanyak 15 orang karena pelanggaran narkoba.

Yang terbaru, Singapura mengeksekusi Mohd Aziz bin Hussain pada Rabu (26/7/2023), seorang pria Melayu Singapura berusia 56 tahun karena perdagangan 50 gram heroin.

Baca juga: Populer Internasional: Kudeta di Niger - Singapura Kembali Eksekusi Mati Terdakwa Kasus Narkoba

Kemudian, ada Saridewi Binte Djamani, seorang wanita Singapura berusia 45 tahun yang dihukum karena memperdagangkan sekitar 30 gram heroin.

Berita Rekomendasi

Pihak Amnesty Internasional sudah mendesak pemerintah Singapura untuk menghentikan jadwal eksekusi tersebut.

Namun, pemerintah Singapura tetap melakukan eksekusi terhadap Mohd Aziz bin Hussain dan Saridewi Binte Djamani.

Sementara itu dikutip dari Al Jazeera, Biro Narkotika Pusat Singapura mengatakan, Djamani telah diberikan proses hukum penuh berdasarkan hukum.

Djamani, kata biro tersebut, memiliki akses ke penasihat hukum selama proses berlangsung.

Baca juga: Dalam Seminggu, Singapura Eksekusi Seorang Pria karena Narkoba, Satu Wanita Menanti Nasib yang Sama

Sempat Ajukan Banding

ilustrasi hukuman mati
ilustrasi hukuman mati (net)

Mengutip Wake Up Singapore, diketahui Djamani didakwa telah memiliki 30,72 gram diamorfin untuk tujuan perdagangan manusia.

Di persidangan, dia berpendapat sebagian besar diamorfin tidak dimaksudkan untuk diperdagangkan.

Sebaliknya, dia mengklaim bahwa paket yang berisi lebih banyak diamorfin dan dikatakan "berkualitas lebih baik" dimaksudkan untuk konsumsinya sendiri.

Baca juga: Spot Kulineran Menarik yang Patut Dicoba saat Pelesiran di Malaysia hingga Singapura

Pengadilan Tinggi Singapura menolak pembelaannya dan menghukumnya.

Hakim See Kee Oon menjatuhkan hukuman mati kepada Djamani pada 14 September 2018.

Selama bandingnya, Djamani mengajukan permohonan untuk mengajukan bukti baru dalam bentuk laporan medis oleh Dr Rajesh Jacob.

Permohonan ini diajukan dengan maksud untuk menunjukkan bahwa keadaan pikirannya terganggu pada saat pernyataannya diambil.

Masalah tersebut kemudian diserahkan kembali ke Hakim Pengadilan Tinggi untuk Keadilan See untuk membuat temuan apakah Djamani menderita penarikan metamfetamin selama periode segera setelah penangkapannya, dan apakah hal ini berimplikasi pada kemampuannya untuk memberikan pernyataan yang dapat dipercaya kepada otoritas investigasi.

Baca juga: Investasi Dari Singapura Terbesar di RI, Bahlil: Tak Sepenuhnya dari Orang Singapura

Pada 28 Juni 2022, hakim memutuskan bahwa Djamani paling banyak menderita penarikan sabu ringan hingga sedang selama periode yang bersangkutan.

Namun, ia juga berkesimpulan bahwa totalitas bukti lebih lanjut tidak mempengaruhi temuan atau putusan sebelumnya terkait pernyataan Djamani.

Hakim tidak melihat alasan untuk menyimpang dari kesimpulannya di persidangan sehubungan dengan kesalahan Djamani.

Pada tanggal 6 Oktober 2022, Pengadilan Banding Singapura menolak banding Djamani dan menemukan bahwa itu "tidak berdasar" dan jauh dari ambang batas yang diperlukan untuk membantah anggapan hukum di bawah pasal 17 dari MDA bahwa dia memiliki diamorfin untuk tujuan perdagangan manusia.

(Tribunnews.com/Whiesa)

Sumber: TribunSolo.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas