VIDEO Kementerian Luar Negeri Indonesia Panggil Dubes Swedia dan Denmark Terkait Pembakaran Alquran
Indonesia bersama negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga telah melakukan kampanye agar isu ini menjadi perhat
Penulis: Larasati Dyah Utami
Editor: Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kementerian Luar Negeri Indonesia (Kemenlu RI) melakukan pemanggilan terhadap Duta Besar (Dubes) Swedia dan Denmark atas kasus pembakaran Alquran di kedua negara tersebut.
Pemanggilan sudah dilakukan akan tetapi belum mengetahui secara pasti waktu dan tanggal kedatangan para Dubes tersebut ke kantor Kemenlu.
Hal itu Juru Bicara Kemenlu, Teuku Faizasyah di kantor Kemenlu Jakarta, Selasa (1/8/2023).
"Untuk pemanggilan dubes saya coba cek lagi tanggalnya."
"Tapi sudah ada pemanggilan, (pemanggilan Dubes) dari Swedia dan dari Denmark," kata Faizasyah.
Selain memanggil Dubes, Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno Marsudi juga telah menginstruksikan Duta Besar RI di Swedia dan Denmark untuk mengirimkan keberatan Indonesia atas kasus pembakaran Alquran tersebut.
Jubir Kemenlu menegaskan melecehkan simbol-simbol disakralkan kelompok etnis maupun pemeluk agama tertentu dengan dalih kebebasan berekspresi tidak bisa dibenarkan.
Indonesia bersama negara-negara Islam yang tergabung dalam Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) juga telah melakukan kampanye agar isu ini menjadi perhatian dunia.
"Kita melakukan kampanye bersama dengan negara-negara OKI dan bahkan di Dewan HAM sendiri," ujarnya.
"Artinya kita memastikan isu ini mendapatkan porsi perhatian yang lebih dari biasanya. Karena tidak bisa hal-hal seperti ini dikonotasikan sebagai permasalahan kebebasan menyampaikan pendapat, namun implikasinya sangat besar," lanjut Faizasyah.
Menurutnya tidak hanya indonesia yang bereaksi merespon aksi tersebut, namun banyak pula negara-negara penduduk mayoritas Islam yang menyampaikan pendapat dan pandangannya.
Isu yang sangat sensitif ini menurutnya akan berdampak pada stabilitas di suatu negara, yang bahkan suatu pemerintahan juga memiliki keterbatasan untuk memastikan bagaimana publik bereaksi atas hal seperti ini.
"Tidak bisa simbol-simbol yang disakralkan kelompok etnis pemeluk agama dilecehkan seperti itu."
"Karena juga ada simbol-simbol lain yang kalau ada tindakan serupa menimbulkan reaksi dari negara barat."
"Jadi kita ingin melihat ada keadilan dalam merespon berbagai isu yang memiliki sensitifitas tinggi karena adanya afiliasi atau kedekatan antara masyarakat dengan kitab suci," ujarnya.(Tribunnews/Larasati Dyah Utami)