Biden Tak Hadiri KTT ASEAN di Jakarta, Dinilai akan Munculkan Spekulasi Soal Komitmen Washington
Menurut Nuning, meskipun Biden diwakili Kamala Harris Wapresnya, Harris tidaklah sama dengan Biden.
Penulis: Muhammad Zulfikar
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah beberapa hari beredar spekulasi bahwa Presiden Amerika Serikat Joe Biden akan melewatkan KTT ASEAN, Gedung Putih akhirnya mengonfirmasinya pada Selasa (22/8/2023) lalu.
Mereka mengatakan, Presiden AS dijadwalkan menghadiri KTT G20 di India pada 7 hingga 10 September, sementara Wakil Presiden Kamala Harris yang akan ke Jakarta pada 4 hingga 7 September.
Menurut Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Nefo Handayani Kertopati, ketidakhadiran Biden akan memunculkan spekulasi soal komitmen Washington terhadap organisasi beranggotakan 10 negara Asia Tenggara itu.
Hal ini juga dapat berujung kepada semakin merapatnya beberapa negara anggota ASEAN ke Beijing, sehingga membuat China kian menancapkan pengaruhnya di kawasan.
"Di sini kita bisa menaruh harapan bahwa ketidakhadiran Biden itu berhalangan secara teknis. Tetapi bila absennya karena persoalan politis maka ASEAN harus antisipasi lebih dalam," kata Nuning melalui pesan singkatnya, Minggu (3/9/2023).
Menurut Nuning, meskipun Biden diwakili Kamala Harris Wapresnya, Harris tidaklah sama dengan Biden.
Dikatakannya, ASEAN harus lebih jeli menganalisa AS dengan porosnya di Asia Pasifik.
"Jangan lupa bahwa AS sudah punya AUKUS, yang lebih kedepankan nilai ekonomi dengan target yang jelas," ujarnya.
"AUKUS adalah aliansi militer antara AS, Inggris dan Australia yang dibentuk pada September 2021 sebagai respons langsung atas upaya China yang mengembangkan kemampuan nuklir mereka," tambah Nuning.
Masih kata Nuning, hal lain yang perlu diatensi adalah perlu ditinjau apakah ada keuntungan politik bagi Indonesia dengan menerima Timor Leste menjadi anggota ASEAN?
"Jangan sampai Timor Leste nanti Justru menjadi kepanjangan Australia? Jangan sampai nanti Timor Leste justru menjadi pengganggu setiap ASEAN mengambil keputusan bersama. Perlu ditinjau apakah ada keuntungan politik bagi Indonesia dengan menerima Timor Leste menjadi anggota ASEAN?"
"Apa keuntungan Indonesia di bidak politik, keamanan, dan ekonomi? Kalau tidak ada keuntungan, maka kenapa Indonesia bersusah-payah membantu Timor Leste masuk menjadi anggota tetap?" ujarnya.
Menurutnya, jangan hanya penentuan Timor Leste menjadi anggota ASEAN ditentukan oleh orang-orang Jakarta yang tidak merasakan penderitaan masyarakat NTT akibat referendum dan menderita sampai sekarang.
Sebaiknya Timor Leste dijadikan dulu observer selama 5 tahun. Tidak bisa otomastis menjadi anggota ASEAN. Lebih dipertimbangkan negara-negara Anggota ASEAN yang selama ini sudah memberikan keuntungan bagi Indonesia.
Masih kata Nuning, hal lain yang harus diatensi dari berbagai pertemuan yang diadakan pada KTT ASEAN tersebut harus mengatensi Enabling Environtment yang pernah disampaikan oleh Presiden Joko Widodo pada KTT ASEAN tahun 2022 lalu.
Menurutnya harus ada kesepakatan terciptanya kerangka hukum dan kebijakan yang mendukung, serta meningkatkan kemampuan antar pihak agar bisa berperan lebih baik sehingga ASEAN kembali berwibawa dan bermanfaat bagi negara-negara anggotanya.
Presiden Jokowi menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim Dunia. Dalam hal ini Kehadiran fisik alutsista Indonesia secara permanen ada di ZEE merupakan keniscayaan.
Sedangkan dari perspektif keamanan, Indonesia melalui ASEAN dapat berupaya mempercepat penyelesaian Code of Conduct (COC) di Laut Cina Selatan antara Angkatan Laut ASEAN dengan Angkatan Laut Cina.
"Dengan berlakunya COC, maka masing-masing Angkatan Laut menerapkan mekanisme pencegahan konflik di laut. Mekanisme COC ini sangat penting untuk meredam eskalasi konflik untuk tidak meningkat menjadi perang. Mendorong PBB untuk lebih berperan menyelesaikan konflik Laut Cina Selatan atas klaim 6 negara sesuai dengan Piagam PBB sebagai wujud resolusi konflik," ujarnya.