Belum Jadi Anggota, Ukraina Sudah Dapat Musuh dari Anggota NATO, Polandia Gerah Gandum Murah
Perdana Menteri Polandia, Mateusz Morawiecki menekankan bahwa Warsawa tidak akan membiarkan gandum murah Ukraina “membanjiri” pasar Polandia
Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
Belum Jadi Anggota, Ukraina Sudah Dapat Musuh dari Anggota NATO, Polandia Gerah Ancaman Pertanian
TRIBUNNEWS.COM - Akses masuk menjadi anggota blok Pakta Pertahanan Atlantik Utara atau North Atlantic Treaty Organization (NATO) sepertinya menjadi jalan mendaki yang penuh liku bagi Ukraina.
Sejumlah poin krusial membuat para anggota NATO masih enggan secara cepat menjadikan Ukraina bagian dari aliansi pertahanan yang diketuai Amerika Serikat (AS) tersebut.
Bahkan, saat belum menjadi anggota NATO pun, Ukraina sudah mendapat banyak syarat ini-itu justru dari para anggota NATO itu sendiri yang merasa terancam atas bergabungnya Kiev.
Baca juga: Polandia Serius Bikin Rusia Mikir Dua Kali: Tak Cuma Borong 500 HIMARS, Bikin Pabriknya Sekalian
Terbaru, Polandia, calon negara dengan militer paling kuat di Eropa, menyiratkan jalan berliku lainnya yang harus ditempuh Ukraina untuk menjadi bagian dari Uni Eropa.
Hal itu terkait kekhawatiran Polandia atas ancaman yang bakal ditimbulkan Ukraina di sektor pertanian jika diterima menjadi anggota NATO.
"Jika Ukraina ingin menjadi anggota UE, maka negara tersebut harus memenuhi syarat-syarat tertentu, terutama mengingat ancaman yang ditimbulkan oleh sektor pertaniannya," kata Menteri Pertanian dan Pembangunan Pedesaan Polandia Robert Telus, dalam sebuah wawancara dengan stasiun berita Polandia, PAP Kamis (14/9/2023).
Telus ditanya apakah Pemerintahan Warsawa akan mengambil langkah untuk menentang aksesi Kiev ke UE, mengingat Polandia telah melakukan embargo terhadap gandum Ukraina.
Menteri tersebut menjawab, meskipun pemerintah Polandia secara garis besar mendukung masuknya Ukraina ke dalam blok tersebut, ada beberapa permasalahan yang harus diatasi terlebih dahulu sebelum hal tersebut menjadi kenyataan.
“Ukraina tidak dapat bergabung dengan UE tanpa syarat. Kami memiliki persyaratan dan hal yang sama harus berlaku untuk Ukraina,” kata Telus.
Ia mencatat kalau pertanian merupakan hal yang sangat penting dalam hubungan dengan Kiev karena struktur sektor pertanian di Ukraina sangat berbeda dari sektor pertanian di Polandia dan Uni Eropa.
“Kita perlu mencermati hal ini, karena pertanian Ukraina merupakan ancaman terhadap pertanian di negara-negara garis depan, namun juga bagi seluruh Eropa,” katanya kepada PAP.
Awal pekan ini, Perdana Menteri Polandia, Mateusz Morawiecki menekankan bahwa Warsawa tidak akan membiarkan gandum murah Ukraina “membanjiri” pasar Polandia dan mengganggu industri pertanian negara tersebut.
Dia menambahkan bahwa apa pun yang dikatakan Uni Eropa, Polandia akan tetap menutup perbatasannya bagi gandum Ukraina untuk melindungi kepentingan petani Polandia.
Pada bulan Mei, lima anggota UE di Eropa Timur, yaitu Polandia, Hongaria, Rumania, Bulgaria, dan Slovakia, menerapkan larangan besar terhadap impor biji-bijian Ukraina.
Hal ini terjadi setelah Brussel mencabut kuota dan tarif ekspor biji-bijian Ukraina dalam upaya untuk mendukung pemerintahan Zelensky di bulan-bulan awal konflik Rusia-Ukraina.
Namun, kebijakan tersebut pada akhirnya menjadi bumerang bagi negara-negara Eropa Timur, yang menghadapi protes massal dari para petani lokal.
Uni Eropa kemudian menutup pasar kelima negara tersebut untuk gandum, jagung, biji bunga matahari, dan rapeseed (biji sawi-sawian) dari Ukraina, namun masih mengizinkan transit barang tersebut untuk disalurkan ke pasar lain.
Pada hari Jumat, Parlemen Eropa akan membahas perpanjangan embargo.
Mengomentari kemungkinan keputusan Brussel untuk mencabut larangan tersebut, Telus menyatakan bahwa tindakan tersebut akan memiliki nada politik dan bahwa ada kekuatan di Eropa yang ingin semakin menggoyahkan pasar Polandia.
Kiev, sementara itu, menentang larangan gandum Ukraina.
Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky menyebut embargo tersebut sebagai pengkhianatan terhadap “nilai-nilai Eropa.”
Zelensky sejak itu mengancam akan membawa ke pengadilan arbitrase internasional jika Brussels memutuskan untuk memperpanjang larangan tersebut setelah tanggal 15 September.