Menteri Luar Negeri Rusia Tolak Rencana Perdamaian Ukraina: Tidak Realistis
Menteri Luar Negeri Rusia menolak rencana perdamaian Ukraina dan memperingatkan konflik akan diselesaikan di medan perang.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Whiesa Daniswara
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Luar Negeri Rusia mengatakan bahwa rencana perdamaian Ukraina dan usulan terbaru untuk menjalankan kembali inisiatif Laut Hitam “tidak realistis”.
Dilansir The Guardian, Sergei Lavrov berpidato di hadapan anggota PBB pada Sabtu (23/9/2023).
“Ini sama sekali tidak mungkin dilakukan,” kata Lavrov mengenai 10-poin perdamaian yang dipromosikan oleh Ukraina.
“Hal ini tidak mungkin dilaksanakan. Ini tidak realistis dan semua orang memahami hal ini."
"Namun pada saat yang sama, mereka mengatakan ini adalah satu-satunya dasar untuk negosiasi.”
Rencana perdamaian yang dikembangkan oleh presiden Ukraina, Volodymyr Zelensky, mencakup penghormatan terhadap integritas wilayah dan kedaulatan Ukraina serta pemulihan prinsip-prinsip PBB dan kepatuhan terhadap hukum internasional.
Baca juga: Menlu Rusia Berikan Sindiran Keras ke Barat di Majelis Umum PBB: Mereka Kerajaan Kebohongan
Lavrov mengatakan konflik akan diselesaikan di medan perang jika Ukraina dan sekutu Baratnya tetap pada pendiriannya.
Ia menambahkan bahwa alasan Moskow meninggalkan kesepakatan biji-bijian Laut Hitam adalah karena janji-janji yang dibuat kepada Rusia tidak dipenuhi.
Janji-janji itu termasuk penghapusan sanksi terhadap bank Rusia dan menghubungkannya kembali ke sistem pembayaran global SWIFT.
Sementara itu, Lavrov mengatakan dia akan mengunjungi Pyongyang bulan depan.
Ia akan melanjutkan pembicaraan dengan rekannya di sana setelah perjanjian baru-baru ini yang dibuat oleh presiden Rusia, Vladimir Putin, dan pemimpin Korea Utara Kim Jong Un di Moskow.
Ukraina lancarkan serangan ke Krimea
Sebelumnya pada Sabtu pagi, Ukraina kembali melancarkan serangan rudal ke Sevastopol di wilayah pendudukan Krimea, Indepedent melaporkan.
Serangan dilakukan sehari setelah serangan terhadap markas Armada Laut Hitam Rusia yang menyebabkan seorang prajurit hilang dan bangunan utama terbakar.
Sevastopol disiagakan selama sekitar satu jam setelah puing-puing rudal yang dicegat jatuh di dekat dermaga, tulis Gubernur Mikhail Razvozhayev di aplikasi pesan Telegram.
Lalu lintas feri di daerah tersebut juga dihentikan dan kemudian dilanjutkan kembali.
Baca juga: Sevastopol Dikurung Rudal Ukraina, Eks-Perwira CIA Ingatkan AS Soal Pembalasan Rusia
Ledakan keras juga terdengar di dekat Vilne di Krimea utara, diikuti dengan meningkatnya kepulan asap.
Krimea, yang dianeksasi secara ilegal oleh Rusia pada tahun 2014, sering menjadi sasaran pasukan Ukraina sejak Vladimir Putin memerintahkan invasi besar-besaran ke negara tetangganya hampir 19 bulan lalu.
Kepala intelijen Ukraina, Kyrylo Budanov, mengatakan kepada Voice of America pada hari Sabtu bahwa setidaknya 9 orang tewas dan 16 lainnya luka-luka akibat serangan Kyiv terhadap Armada Laut Hitam pada hari Jumat.
Dia mengklaim bahwa Alexander Romanchuk, seorang jenderal Rusia yang memimpin pasukan di sepanjang garis depan utama tenggara, berada dalam kondisi yang sangat serius setelah serangan itu.
Di tempat lain, Ukraina mengatakan artileri beratnya menimbulkan “neraka” di garis pertahanan Rusia di dekat Bakhmut.
Dukungan dari Kanada
Baca juga: Terima Kunjungan Zelensky, PM Kanada Sebut akan Beri Tambahan Bantuan Rp 7,3 T untuk Ukraina
Sementara itu, Perdana Menteri Kanada Justin Trudeau mengumumkan beberapa paket dukungan baru untuk Ukraina, termasuk bantuan militer, ekonomi, dan kemanusiaan.
Trudeau juga berjanji memberikan dukungan diplomatik ekstra dalam langkah-langkah yang dimaksudkan untuk menghukum Rusia atas perangnya di Ukraina.
“Kami berdiri di sini sepenuhnya bersatu dalam membela demokrasi dan mengecam invasi Vladimir Putin yang tidak beralasan, tidak dapat dibenarkan, dan tidak masuk akal ke Ukraina,” ujar Trudeau.
Kanada dan Ukraina telah sepakat untuk membentuk kelompok kerja dengan mitra G7 untuk menganalisis penyitaan aset Rusia, termasuk dari Bank Sentral Rusia.
Pemerintah juga menambahkan 63 orang Rusia ke dalam daftar sanksi mereka, termasuk mereka yang terlibat dalam penculikan anak-anak dan penyebaran disinformasi, kata Trudeau.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)