Pria China Penderita Cerebral Palsy, Tulis Puisi untuk sang Ayah Menggunakan Dagu dan Hidungnya
Seorang pria penderita Cerebral Palsy di Shandong, China telah menulis puisi menggunakan dagu dan hidungnya untuk sang ayah.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Seorang pria penderita Cerebral Palsy di Shandong, China menulis puisi menggunakan dagu dan hidungnya untuk sang ayah.
Zhang Jiubin, seorang pria berusia 34 tahun dari provinsi Shandong, China yang lahir dengan lumpuh otak dan didiagnosis menderita penyakit otak pada usia 3 bulan.
Sejak Zhang kehilangan kemampuan menggunakan tangan, kaki, atau bahkan berbicara, satu-satunya cara ia dapat menunjukkan terima kasihnya kepada ayahnya adalah melalui puisi-puisinya.
Salah satu baris puisi itu berbunyi, “Ucapan paling panjang dalam hidupku adalah mengatakan kepadamu: Aku mencintaimu, ayahku.”
Mengutip dari NextShark, Zhang Jiubin mulai menunjukkan minat untuk menulis puisi sekitar 10 tahun yang lalu.
Ayah Zhang Jiubin, Zhang Yonggui mengatakan bahwa sang anak tumbuh tanpa kendali penuh atas tangan dan kemampuan bicaranya, dikutip dari The Straits Time.
Baca juga: Bocah di China Kabur Bawa Sprei dari Rumah, Tulis Pesan Ingin Hidup Mandiri
Ketika Zhang Jiubin berusia 13 tahun, sang ayah mengajarinya cara membaca dan menulis menggunakan diagram dinding pinyin China di rumah mereka.
Pada awalnya, Zhang Jiubin membutuhkan bantuan kakaknya untuk membalikkan halaman bukunya seperti kamus.
Namun akhirnya pria itu akhirnya belajar melakukannya sendiri dengan menggunakan hidung dan dagunya.
Ayah Zhang Jiubin mengatakan awalnya sang anak menggunakan sumpit untuk mengetuk ponselnya.
Namun kemudian ia memutuskan untuk menggunakan hidungnya karena menggunakan sumpit dianggap merepotkan.
“Dia mulai mengetuk keypad dengan sumpit, namun kemudian merasa tidak nyaman dan langsung menggunakan ujung hidungnya untuk mengetik,” kata ayahnya, Zhang Yonggui.
Sang ayah mengatakan putranya mulai menulis puisi ketika mereka menerima 100 yuan atau sekitar Rp 211 ribu dari portal berita lokal pada musim semi tahun 2014.
Sejak itu, ia telah menulis lebih dari seribu puisi, beberapa di antaranya telah menghasilkan total 5.000 yuan atau sekitar Rp 10,5 juta.
“Sastra memberi tahu saya bahwa disabilitas bukanlah halangan untuk bermimpi secara bebas. Sastra adalah matahari pagi dan angin musim semi,” tulis Zhang di teleponnya.
Selain menulis puisi, Zhang juga menulis drama sepanjang 17.000 kata berjudul 'Candle Heart'.
Candle Heart menceritakan tentang seorang wanita kaya yang menyerahkan kekayaan dan kehidupan nyamannya untuk mengajar di sebuah desa di perbukitan.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)