2 Ilmuwan di Balik Penemuan Vaksin mRNA Covid-19 Raih Penghargaan Nobel
Dua ilmuwan di balik pembuatan vaksin Covid-19 dengan teknologi mRNA, meraih Penghargaan Nobel.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Pravitri Retno W
TRIBUNNEWS.COM - Penghargaan Nobel dalam bidang Fisiologi atau Kedokteran diberikan kepada dua ilmuwan yang mengembangkan teknologi mRNA untuk vaksin Covid-19.
Dilansir BBC.com, penghargaan Nobel akan diberikan kepada Professor Katalin Kariko dan Drew Weissman.
Teknologi mRNA masih bersifat eksperimental sebelum pandemi, namun kini telah diberikan kepada jutaan orang di seluruh dunia untuk melindungi mereka dari Covid-19.
Teknologi mRNA yang sama bahkan sedang diteliti untuk penyakit lain, termasuk kanker.
Komite Nobel Prize mengumumkan pada hari Senin (2/10/2023):
"Para pemenang berkontribusi pada tingkat pengembangan vaksin yang belum pernah terjadi sebelumnya saat terjadinya salah satu ancaman terbesar terhadap kesehatan manusia di zaman modern."
Baca juga: Peneliti Muda Indonesia di Ajang Tahunan Penerima Hadiah Nobel
Vaksin berfungsi melatih sistem kekebalan untuk mengenali dan melawan ancaman seperti virus atau bakteri.
Teknologi vaksin tradisional dibuat dari virus atau bakteri asli yang telah mati atau dilemahkan, atau dengan menggunakan fragmen dari agen penular.
Sedangkan, vaksin messenger ribonucleic acid (mRNA) menggunakan pendekatan yang sangat berbeda.
Selama pandemi Covid-19, vaksin yang berbasis teknologi mRNA adalah Moderna dan Pfizer/BioNTech.
Awalnya Diremehkan
Profesor Kariko dan Profesor Weissman bertemu pada awal tahun 1990-an ketika mereka bekerja di Universitas Pennsylvania, Amerika Serikat.
Saat itu, minat mereka terhadap mRNA masih dipandang sebagai hal yang tidak menguntungkan secara ilmiah.
"Saya menghadiri pertemuan dan mempresentasikan apa yang sedang saya kerjakan, dan orang-orang melihat saya dan berkata: 'Yah, itu sangat bagus, tapi mengapa Anda tidak melakukan sesuatu yang bermanfaat dengan waktu Anda? mRNA tidak akan pernah berhasil'."
"Tapi Katie dan saya terus berusaha,” kata Profesor Wiseman kepada program Newshour BBC.
Ditanya tentang bagaimana reaksi pertama mereka saat mendengar berita bahwa mereka telah memenangkan Penghargaan Nobel tersebut, Profesor Kaliko mengatakan dia mengira itu "hanya lelucon" pada awalnya.
Baca juga: Oppenheimer dan Einstein: Hubungan rumit antara bapak bom atom dan peraih Nobel
Sama seperti Profesor Kaliko, Profesor Weissman berkata:
"Saya sangat gembira dan kemudian tidak percaya, dan sedikit curiga bahwa ada pihak anti-vaxxer yang mengerjai kami."
"Tetapi ketika kami melihat pengumumannya, kami tahu itu nyata dan ada perasaan yang luar biasa."
Katalin Kariko kini menjadi profesor di Universitas Szeged di Hongaria sementara Drew Weissman masih bekerja sebagai profesor di Universitas Pennsylvania.
Bagaimana mRNA bekerja?
Ilmuwan mengambil bagian dari kode genetik virus dan mengubahnya menjadi vaksin untuk diinjeksikan ke dalam pasien.
Vaksin memasuki sel dan memerintahkan sel untuk memproduksi spike protein virus corona.
Sistem kekebalan tubuh kita kemudian akan bereaksi, memproduksi antibodi dan mengaktifkan sel-T untuk menghancurkan sel dengan spike protein.
Ketika nantinya pasien terpapar virus corona, antibodi dan sel-T (yang sudah mengenali virus dari spike protein), akan terpicu dan melawan virus.
Ide besar di balik teknologi ini adalah ilmuwan dapat dengan cepat mengembangkan vaksin terhadap hampir semua hal – selama mengetahui instruksi genetik yang tepat untuk digunakan.
Hal ini menjadikan mRNA jauh lebih cepat dan lebih fleksibel dibandingkan pendekatan tradisional dalam pengembangan vaksin.
Baca juga: Peraih Hadiah Nobel Sastra Jepang, Kenzaburo Oe Meninggal di Usia 88 Tahun
Bahkan ada pendekatan eksperimental yang menggunakan teknologi yang mengajarkan tubuh pasien cara melawan kanker mereka sendiri.
Para ilmuwan menganalisis tumor atau kanker pasien, mencari protein abnormal yang diproduksi oleh kanker yang tidak berada di jaringan sehat dan mengembangkan vaksin untuk menargetkan protein tersebut dan menyuntikkannya ke pasien.
Dengan menyempurnakan teknologinya, para peneliti mampu menghasilkan protein yang diinginkan dalam jumlah besar tanpa menyebabkan tingkat peradangan berbahaya seperti yang terlihat pada percobaan pada hewan.
Hal ini membuka jalan bagi pengembangan teknologi vaksin untuk digunakan pada manusia.
Pemenang Penghargaan Nobel Fisiologi/Kedokteran sebelumnya
2022 - Svante Paabo atas karyanya tentang evolusi manusia.
2021 - David Julius dan Ardem Patapoutian atas karya mereka tentang cara tubuh merasakan sentuhan dan suhu.
2020 - Michael Houghton, Harvey Alter dan Charles Rice atas penemuan virus Hepatitis C.
2019 - Sir Peter Ratcliffe, William Kaelin, dan Gregg Semenza yang menemukan cara sel merasakan dan beradaptasi dengan tingkat oksigen
2018 - James P Allison dan Tasuku Honjo karena menemukan cara melawan kanker menggunakan sistem kekebalan tubuh
2017- Jeffrey Hall, Michael Rosbash, dan Michael Young karena mengungkap cara tubuh menjaga ritme sirkadian atau jam tubuh
2016 - Yoshinori Ohsumi menemukan cara sel tetap sehat dengan mendaur ulang sampah
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)