Erdogan Telepon Presiden Palestina dan Israel Bahas Konflik Terkini, Siap Jadi Mediator Perdamaian
Turki siap bertindak sebagai mediator untuk mengakhiri konflik Israel dan Palestina.
Penulis: Nuryanti
Editor: Whiesa Daniswara
Utusan Israel untuk Ankara, Irit Lillian, mengatakan terlalu dini untuk membicarakan tawaran mediasi di tengah kekhawatiran bahwa konflik di Jalur Gaza akan memasuki hari ketiga.
Upaya rekonsiliasi Israel mungkin gagal karena beban masalah Palestina.
"Mediasi dilakukan pada waktu yang berbeda."
"Saat ini kami sayangnya sedang menghitung korban tewas, kami berusaha menyembuhkan yang terluka, kami bahkan tidak tahu berapa jumlah warga yang diculik,” katanya, Minggu (8/10/2023), seperti diberitakan Al-Monitor.
Baca juga: Korban Tewas di Israel Bertambah jadi 900 Orang, Warga Negara Asing Masih Banyak yang Hilang
Pada Sabtu (7/10/2023), Kementerian Luar Negeri Turki memberikan nada netral, tidak menyalahkan Israel atau Hamas.
Turki menyatakan bahwa mereka mengutuk keras hilangnya nyawa warga sipil.
Seorang mantan diplomat Turki yang menjabat sebagai duta besar di wilayah tersebut memuji sikap Turki saat ini.
Ia mengatakan, dengan nada yang tenang dan terukur inilah Ankara dapat memainkan peran yang konstruktif.
Diketahui, di kalangan masyarakat Arab, Erdogan dianggap sebagai salah satu dari sedikit pembela perjuangan Palestina di kawasan ini.
Reputasi itu tetap bertahan setelah mencairnya hubungan baru-baru ini ketika Herzog bertemu Erdogan di Ankara tahun lalu dan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu bertemu dengan Erdogan.
Baca juga: Israel Serang Warga Gaza, Hamas Palestina Ancam akan Bunuh Sandera Termasuk Perwira
Di sisi lain, Israel telah lama menuduh Erdogan menyediakan tempat berlindung bagi para pemimpin dan Hamas.
Klaim itu juga diamini oleh pemerintah regional lainnya yakni Mesir dan Uni Emirat Arab (UEA).
Erdogan tidak pernah menyembunyikan bahwa dirinya pro-Palestina.
Bahkan, ia pernah memarahi Shimon Peres yang saat itu menjadi Presiden Israel di Forum Ekonomi Dunia di Davos, Swiss, pada tahun 2008 atas kematian warga Palestina.
(Tribunnews.com/Nuryanti)