Israel Ledakkan Truk Konvoi Pengungsi Gaza, Cerita Haru Jurnalis Foto yang Istrinya Tewas
Jurnalis foto Sameh Murad kehilangan istrinya yang meninggal oleh serangan udara Israel ke konvoi truk pengungsi warga Gaza Jumat, 13 Oktober lalu.
Editor: Choirul Arifin
Saat itu rumah sakit tersebut jadi tempat berlindug ribuan orang yang kehilangan rumah dan berkumpul dalam ketakutan.
Namun para pengungsi menjadi sasaran bom Israel dari langit. Lebih dari 70 orang, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas dalam konvoi tersebut.
Sameh panik ketika mendengar keluarganya berada di salah satu truk yang menjadi sasaran, korban tewas dan luka-luka dibawa ke Shifa, katanya.
Sebuah mobil penumpang membawa keluarganya kembali ke Rumah Sakit al-Shifa. Sameh berlari ke mobil dan menarik putrinya dengan lega. Kemudian dia menyadari bahwa Dina Taher tidak ada di dalam mobil.
“Ambulans membawa mereka yang terbunuh ke pintu masuk lain,” katanya terbata-bata. “Saya tahu dia sudah pergi.
“Saya tidak dapat menggambarkan perasaan saya saat menerima panggilan telepon pertama yang meminta saya memeriksa keluarga saya karena truk telah ditabrak. Penantian yang menyiksa untuk melihat apakah mereka semua baik-baik saja," tuturnya.
Ibun kandung Sameh, Samah Murad Msameh, 47 tahun, telah berada di al-Shifa sejak konvoi tersebut diserang. Dia merawat cucu-cucunya dan saudara laki-laki Sameh, Waseem, yang terluka dalam pemboman tersebut.
Berada di tempat yang sama dengan Sameh sangat membantu.
Setiap kali dia ada waktu istirahat dalam pekerjaannya, dia akan datang menemui mereka dan menghabiskan waktu bersama putri-putrinya, bermain dengan mereka dan sedikit mengalihkan perhatian mereka.
Hal ini juga membantunya, karena gadis-gadisnya ada di dekatnya dan dia bisa mencari mereka setiap kali ada suara menakutkan dan dia bertanya-tanya apakah mer
Msameh masih shock atas apa yang terjadi. “Agresi ini berada pada tingkat yang berbeda,” katanya sambil menarik napas dengan gemetar.
Mereka baru saja keluar dari Kota Gaza, dekat Shujayea, katanya, ketika orang-orang di jalan mulai memperingatkan konvoi tersebut untuk kembali karena mereka mendengar bahwa pengungsi lainnya telah terbunuh. Namun truk-truk tersebut terus melaju, sejauh sekitar 20 meter (66 kaki), sebelum terdengar ledakan.
“Saya belum pernah mendengar suara seperti itu sebelumnya. Kami diliputi asap hitam tebal dan jeritan terdengar di sekitarku, telingaku dipenuhi jeritan orang lain tetapi aku tidak bisa melihat apa yang sedang terjadi.
“Menantu perempuan saya mengalami pendarahan di dahinya. Saya mencoba menyeka darahnya dan menanyakan apa yang terjadi padanya," tuturnya.