Orang-orang yang Terluka dan Warga Asing Tinggalkan Gaza Menuju Mesir Melalui Perbatasan Rafah
Perbatasan Rafah dibuka, orang-orang yang terluka dan warga negara asing menjadi kelompok pertama yang meninggalkan Gaza.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
TRIBUNNEWS.COM - Warga yang terluka menjadi rombongan pertama yang dibawa keluar meninggalkan Gaza untuk mendapatkan perawatan medis darurat di Mesir pada hari Rabu, alarabiya.net melaporkan.
Ratusan pemegang paspor asing juga mulai meninggalkan wilayah yang dilanda perang tersebut.
Wartawan AFP melihat barisan 40 ambulans berwarna putih berjalan melalui perbatasan Rafah.
Sementara itu, kerumunan keluarga asing dan berkewarganegaraan ganda berkumpul di dekatnya, berharap untuk meninggalkan kondisi bencana di Gaza.
Setidaknya dua anak terlihat di dalam ambulans, salah satunya dengan perban besar melilit perutnya.
Warga negara Yordania Saleh Hussein mengatakan dia menerima kabar pada tengah malam bahwa dirinya masuk dalam daftar untuk dievakuasi.
Baca juga: Evakuasi WNI di Palestina Tengah Diupayakan, Menlu: Satu-satunya Pintu Keluar Lewat Perbatasan Rafah
“Kami menghadapi banyak masalah di Gaza, yang paling kecil adalah kekurangan air dan pemadaman listrik. Ada masalah yang lebih besar seperti pemboman. Kami takut. Banyak keluarga yang menjadi martir,” katanya kepada AFP.
Gambar-gambar AFPTV menunjukkan orang-orang berjuang untuk membawa harta benda mereka, bergegas melewati perbatasan Rafah yang dijaga ketat menuju Mesir.
Mesir diperkirakan akan menerima setidaknya 400 pemegang paspor asing dan 90 orang yang terluka dan sakit paling parah.
Kelompok pertama yang sebagian besar terdiri dari perempuan dan anak-anak telah tiba di Mesir, kata seorang pejabat kepada AFP yang tidak mau disebutkan namanya.
"Sudah cukup. Kami sudah cukup menanggung penghinaan,” kata warga Gaza Rafik al-Hilou, yang menemani kerabatnya termasuk anak-anak berusia satu dan empat tahun yang berharap bisa menyeberang ke Mesir.
“Kami kekurangan kebutuhan manusia yang paling mendasar."
"Tidak ada internet, tidak ada telepon, tidak ada alat komunikasi, bahkan air pun tidak."
"Selama empat hari terakhir, kami belum bisa memberi makan sepotong roti pun kepada anak ini. Apa yang kamu tunggu?"
Israel tanpa henti menggempur Gaza sebagai pembalasan atas serangan Hamas pada 7 Oktober lalu.
8.796 orang Palestina tewas dalam pemboman Israel, menurut kementerian kesehatan yang dikelola Hamas.
Baca juga: Penyeberangan Rafah Dibuka, Ambulans dari Gaza Telah Memasuki Mesir
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak gencatan senjata dan berjanji untuk melanjutkan perang sampai mencapai kemenangan terhadap Hamas.
"Tidak ada harapan di Gaza"
Pembukaan perbatasan sementara dengan Mesir memberikan secercah harapan dalam krisis kemanusiaan di Gaza yang disebut oleh PBB dan lembaga bantuan lainnya sebagai “peristiwa yang belum pernah terjadi sebelumnya.”
Serangan Israel memicu kecaman dari Qatar, Arab Saudi, dan juga di Bolivia, yang memutus hubungan diplomatik sebagai bentuk protesnya.
Situasi di Gaza masih memprihatinkan, warga kekurangan makanan, bahan bakar dan obat-obatan untuk 2,4 juta penduduk, menurut kelompok bantuan.
Penduduk Palestina mengatakan kepada AFP bahwa mereka telah dievakuasi dari Gaza utara, seperti yang diminta oleh Israel, namun masih dalam ancaman.
“Kami diberitahu untuk mengungsi dari Kota Gaza menuju wilayah tengah Jalur Gaza di luar lembah, jadi kami menuju ke sana. Setelah 20 hari, kami dibombardir. Tiga anak kami kehilangan nyawa dan kami semua terluka,” kata Amin al-Aqluk kepada AFP.
“Tidak ada harapan di Jalur Gaza. Di sini sudah tidak aman lagi. Ketika perbatasan dibuka, semua orang akan pergi dan beremigrasi. Kita menghadapi kematian setiap hari, 24 jam sehari.”
Para pejabat Israel mengatakan 70 truk bantuan memasuki Gaza dari Mesir pada hari Selasa (31/10/2023), salah satu arus harian terbesar yang pernah ada.
Namun jumlah itu masih jauh lebih sedikit dari jumlah yang dibutuhkan oleh kelompok kemanusiaan.
Baca juga: Militer Israel Klaim Telah Serang 11.000 Target Milik Hamas di Jalur Gaza
Khawatir pasokan yang masuk ke Gaza akan dialihkan ke Hamas, atau pengiriman bantuan akan menyelundupkan senjata, personel keamanan Israel melakukan pemeriksaan ketat yang memperlambat aliran bantuan.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.