PLO Usul Hamas Jadi Mitra Politik di Jalur Gaza, Netanyahu: Kami Habisi Mereka
PLO usul agar Hamas menjadi mitra politik untuk memerintah di Jalur Gaza dan menghindari perpecahan di Palestina. Netanyahu mengkritik PLO.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Perdana Menteri Otoritas Pembebasan Palestina (PLO), Muhammad Shtayyeh, mengatakan adanya kemungkinan Hamas menjadi mitra dalam pemerintahan PLO di Jalur Gaza.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengomentari pernyataan Muhammad Shtayyeh yang bertentang dengan keinginan Israel setelah menyelesaikan perang melawan Hamas di Jalur Gaza.
“Tidak akan ada Hamas. Kami akan melenyapkan mereka," kata Netanyahu di X (dulu Twitter), Jumat (8/12/2023).
Netanyahu berpendapat, pernyataan PM Palestina adalah bentuk kekhawatirannya bahwa PLO tidak boleh kembali berkuasa di Jalur Gaza.
Menurutnya, PLO akan tetap berhubungan dengan Hamas, bahkan jika Israel berhasil memenangkan perang di Jalur Gaza.
“Fakta bahwa ini adalah usulan Otoritas Palestina memperkuat kebijakan saya: Otoritas Palestina bukanlah solusi,” tambahnya.
Baca juga: AS Kerahkan Tentara Bayaran Proksi UEA Bikin Ansarallah Yaman Sibuk dan Tak Fokus Serang Israel
Cegah Perpecahan di Palestina, PLO Usul Hamas Jadi Mitra Politik
Sebelumnya, Bloomberg mengutip Muhammad Shtayyeh yang mengatakan PLO bekerja sama dengan para pejabat Amerika Serikat (AS) mengenai rencana pengelolaan Jalur Gaza setelah perang berakhir.
Muhammad Shtayyeh menilai, hasil yang lebih disukai dari konflik ini adalah Hamas, yang saat ini menguasai Jalur Gaza, menjadi mitra junior Organisasi Pembebasan Palestina.
PM Palestina itu berharap Hamas dapat membantu mendirikan negara Palestina merdeka yang mencakup Tepi Barat, Jalur Gaza, dan Yerusalem Timur.
Ia siap menggunakan jalur diplomasi untuk berunding dengan Hamas dan mencari jalan politik untuk Palestina.
“Jika mereka (para pemimpin Hamas) siap mencapai kesepakatan dan menerima program politik Organisasi Pembebasan Palestina, maka akan ada ruang untuk berbicara. Rakyat Palestina tidak perlu terpecah belah,” kata Muhammad Shtayyeh kepada Bloomberg, Jumat (8/12/2023).
Pernyataan PM Palestina ini menunjukkan Palestina tidak boleh terpecah belah dan tujuan Israel untuk melenyapkan Hamas sepenuhnya tidak realistis.
Baca juga: AS Veto Resolusi DK PBB soal Gencatan Senjata di Gaza, Iran Beri Peringatan Keras
Unsur PLO Masih Ada di Jalur Gaza
Pada hari yang sama, Presiden PLO, Mahmoud Abbas mengatakan PLO masih hadir di Jalur Gaza sebagai sebuah institusi, setelah keluar dari wilayah itu pada tahun 2007 dan Hamas mulai berkuasa di Jalur Gaza.
PLO bahkan masih membayar gaji bulanan dan pengeluaran yang diperkirakan sekitar 140 juta dolar kepada karyawan, pensiunan, dan keluarga yang membutuhkan.
"Otoritas Palestina masih memiliki tiga menteri yang hadir di Gaza," kata Mahmoud Abbas kepada Reuters, Jumat (8/12/2023).
Seperti apa yang diusulkan AS, Mahmoud Abbas mengatakan PLO akan mengalami perubahan sebelum memerintah di Jalur Gaza jika Hamas berhasil digulingkan dari kekuasaannya di Jalur Gaza melalui perang Israel.
“Kami perlu merehabilitasi otoritas dan kami membutuhkan dukungan internasional yang besar untuk kembali ke Jalur Gaza," katanya.
Meski PLO hanya menawarkan Hamas sebagai pihak sekunder, posisi tersebut dinilai dapat menghindari perpecahan antar rakyat Palestina.
PLO berharap untuk dapat membangun kembali, mendatangkan dana, dan menghentikan pengepungan di Jalur Gaza.
Baca juga: Yordania dan Iran Marah Lihat Warga Sipil Palestina Ditelanjangi Tentara Israel, Hamas Merespons
Sekutu Israel, AS, mencoba memikirkan rencana pemerintahan untuk memerintah di Jalur Gaza jika Israel berhasil mengalahkan Hamas yang masih berkuasa di Jalur Gaza.
Setelah berminggu-minggu menyusun rencana, AS mengusulkan PLO untuk memerintah kembali di Jalur Gaza, meski Benjamin Netanyahu menolak usulan tersebut.
Netanyahu memandang PLO yang saat ini masih berhubungan dengan Hamas, sehingga AS mengusulkan agar PLO diubah terlebih dahulu sebelum memerintah di Jalur Gaza.
Sementara itu, Netanyahu juga berniat untuk mengambil peran di Jalur Gaza setelah perang selesai, dengan mengatakan keamanan di Jalur Gaza akan menjadi tanggung jawab Israel untuk waktu yang tidak ditentukan.
Baca juga: Hanya AS yang Veto Resolusi PBB, Hamas: Mereka Lindungi Agresi Israel di Gaza
Hamas Palestina vs Israel
Sebelumnya, Israel melakukan pengeboman besar-besaran untuk menanggapi Hamas yang memulai Operasi Banjir Al-Aqsa dengan menerobos perbatasan Israel dan Jalur Gaza pada Sabtu (7/10/2023) pagi.
Hamas mengatakan, serangan itu adalah tanggapan atas kekerasan yang dilakukan Israel terhadap Palestina selama ini, terutama kekerasan di kompleks Masjid Al Aqsa, seperti diberitakan Al Arabiya.
Kelompok tersebut menculik 240 orang dari wilayah Israel dan meluncurkan ratusan roket, yang menewaskan lebih dari 1.200 orang di wilayah Israel.
Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu, mengumumkan perang melawan Hamas dan meluncurkan pasukan ke Jalur Gaza pada keesokan harinya.
Pemboman Israel di Jalur Gaza menewaskan lebih dari 17.487 warga Palestina sejak Sabtu (7/10/2023) hingga perhitungan korban pada Sabtu (9/12/2023), lebih dari 2,2 juta warga Palestina menjadi pengungsi, dikutip dari Anadolu.
Selain itu, kekerasan yang dilakukan Israel terhadap warga Palestina juga terjadi di Tepi Barat, wilayah yang dipimpin Otoritas Pembebasan Palestina (PLO).
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel