Bisnis Properti Israel Hancur Lebur Sejak Perang dengan Hamas di Gaza, Transaksi Merosot Tajam
Perang Israel melawan Hamas di Gaza membuat bisnis properti di Israel terpuruk tajam ditandai dengan penjualan real estat yang merosot drastis.
Penulis: Choirul Arifin
TRIBUNNEWS.COM - Perang Israel melawan Hamas di Gaza membuat bisnis properti di Israel terpuruk tajam.
Sejak perang dengan Hamas pecah pada 7 Oktober 2023, jumlah transaksi real estat di Israel anjlok ke tingkat yang lebih rendah dibandingkan dengan yang terjadi di April 2020 ketika Israel sedang berada di puncak lockdown pandemi Covid pertama, menurut perkiraan awal Kementerian Keuangan.
Laporan bulanan real estat yang dirilis pada Senin 18 Desember 2023 lalu, Kepala Ekonom Kementerian Keuangan Israel Shmuel Abramson sudah menyampaikan warning bahwa data awal transaksi real estat untuk bulan Oktober 2023 sangat rendah.
Sebagai perbandingan, pada April 2020, Israel dibayangi lockdown pandemi pertama, transaksi penjualan rumah hanya mencapai sekitar 2.000 transaksi.
Jumlah penjualan tidak pernah berkurang sejak tahun 2003, ketika kekerasan akibat Intifada Kedua Palestina menghancurkan perekonomian Israel.
Kajian atas penjualan yang dilakukan oleh kontraktor di pasar bebas, yang telah dilaporkan kepada Otoritas Pajak Israel juga menunjukkan adanya penurunan tajam dalam jumlah pasangan muda yang membeli real estate.
Sementara itu, analisis data awal menunjukkan peningkatan proporsi pembeli yang berpindah rumah, khususnya mereka yang membeli rumah baru dan belum menjual rumah lamanya.
“Masyarakat saat ini disibukkan dengan masalah perang, suasana nasional sangat buruk, terdapat ketidakpastian yang besar, warga Israel saat ini tidak membeli apartemen dan pasar hampir terhenti,” kata Revital Roth, kepala departemen analisis di firma data bisnis Dun & Bradstreet Israel.
Baca juga: Israel Boncos, Pendapatan Pelabuhan Eilat Anjlok 80 Persen, Efek Serangan Houthi Yaman di Laut Merah
“Sudah jelas bahwa perang ‘Pedang Besi’ [sebutan IDF untuk kampanye militer] adalah salah satu krisis terbesar yang dihadapi oleh industri real estate pada umumnya, dan industri konstruksi pada khususnya," ujarnya.
Dalam beberapa minggu pertama perang, sebagian besar lokasi konstruksi ditutup oleh pemerintah kota setempat, karena tidak ada kejelasan mengenai instruksi keselamatan bagi pekerja di lokasi tersebut, menurut tinjauan real estat D&B yang diterbitkan minggu lalu. Akibatnya, aktivitas konstruksi turun sekitar 80 persen.
“Penutupan lokasi tersebut juga akan menyebabkan keterlambatan pengiriman apartemen,” kata Roth.
Mengikuti instruksi terbaru dari Home Front Command, beberapa kota, termasuk Tel Aviv, mengizinkan lokasi konstruksi mereka dibuka kembali.
Menurut Roth, salah satu masalah yang paling mendesak saat ini, selain keselamatan dan pendanaan, untuk pengoperasian lokasi konstruksi adalah kurangnya tenaga kerja, karena pekerja Palestina dari Gaza dan Tepi Barat, yang mencakup sekitar 30 persen pekerja konstruksi di Israel, tidak akan kembali bekerja dalam waktu dekat.
Baca juga: Anwar Ibrahim: Kapal-kapal Berbendera Israel Haram Sandar di Pelabuhan Malaysia
Menurut D&B, kurang dari 50 persen proyek real estat saat ini yang aktif.