Tangis Siswi Afghanistan Pecah, Lulus SD tapi Tak Bisa Lanjutkan Pendidikan: Saya Ingin Jadi Guru
Tangis siswi di Afghanistan pecah, bisa lulus sekolah dasar tapi tidak bisa melanjutkn jenjang pendidikan selanjutnya.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Tiara Shelavie
TRIBUNNEWS.COM - Tangis siswi di Afghanistan pecah, bisa lulus sekolah dasar (SD) tapi tidak bisa melanjutkan jenjang pendidikan selanjutnya.
Dikutip dari Al Arabiya, sebut saja Bahara Rustam, gadis berusia 13 tahun yang mengikuti kelas terakhirnya di Sekolah Bibi Razia di Kabul pada 11 Desember 2023.
Di bawah pemerintahan Taliban, gadis itu tidak mungkin punya kesempatan lain menginjakkan kaki di ruang kelas lagi.
Bahara tetap semangat belajar dengan terus mempelajari buku pelajaran di rumah.
"Lulus (kelas enam) berarti naik ke kelas tujuh," ujarnya.
"Tetapi, semua teman sekelas kami menangis dan kami sangat kecewa," paparnya.
Tidak ada upacara wisuda untuk anak perempuan di Sekolah Bibi Razia.
Di bagian lain Kabul, Setayesh Sahibzada yang berusia 13 tahun bertanya-tanya bagaimana masa depan dirinya.
Gadis itu mengaku merasa sedih tidak bisa bersekolah lagi untuk mencapai mimpinya.
"Saya tidak bisa berdiri dengan kedua kaki saya sendiri," katanya.
"Saya ingin menjadi seorang guru. Tapi sekarang saya tidak bisa belajar, saya tidak bisa pergi ke sekolah," tuturnya.
Baca juga: Taliban Afghanistan Resmi Tunjuk Bilal Karimi Sebagai Duta Besar untuk China, Dubes Taliban Pertama
Generasi Semakin Tertinggal
Menanggpi situasi yang terjadi di Afghanistan, Utusan khusus PBB Roza Otunbayeva menyatakan keprihatinannya bahwa generasi gadis Afghanistan semakin tertinggal seiring berjalannya waktu.
Pekan lalu, seorang pejabat di Kementerian Pendidikan mengatakan anak perempuan Afghanistan dari segala usia diperbolehkan belajar di sekolah agama, yang dikenal sebagai madrasah.
Secara tradisional madrasah hanya diperuntukkan bagi anak laki-laki.
Namun Otunbayeva mengatakan masih belum jelas apakah ada kurikulum standar yang mengizinkan mata pelajaran modern.
Afganistan di Bawah Kekuasaan Taliban
Sebulan setelah pasukan Amerika Serikat (AS) dan NATO menarik diri dari Afghanistan, tepatnya pada September 2021, Taliban mengambil alih pemerintahan dan mengumumkan larangan anak perempuan mengenyam bangku pendidikan lagi setelah lulus kelas enam SD.
Tak lama kemudian, pada Desember 2022, Taliban memperluas larangannya sampai ke jenjang universitas.
Taliban menentang kecaman dan peringatan global bahwa pembatasan tersebut akan membuat mereka hampir tidak mungkin mendapatkan pengakuan sebagai penguasa sah negara tersebut.
Analis Muhammad Saleem Paigir memperingatkan bahwa mengecualikan perempuan dan anak perempuan dari pendidikan akan menjadi bencana bagi Afghanistan.
"Kami memahami bahwa masyarakat buta huruf tidak akan pernah bisa bebas dan sejahtera," ujarnya.
Taliban telah melarang perempuan memasuki banyak ruang publik dan sebagian besar pekerjaan, namun membatasi perempuan di rumah saja.
Anak perempuan di Afghanistan hanya diperbolehkan bersekolah di sekolah dasar, lapor BBC.
Remaja perempuan dan perempuan juga dilarang memasuki ruang kelas sekolah dan universitas.
Mereka tidak diperbolehkan berada di taman, pusat kebugaran, dan kolam renang, dikutip dari Al Jazeera.
Baca juga: PBB Masih Larang Junta Militer Myanmar, Taliban Afghanistan dan Libya Kirim Duta ke PBB
Ketika salon kecantikan telah ditutup,para perempuan harus berpakaian sedemikian rupa sehingga hanya memperlihatkan mata mereka.
Mereka harus didampingi oleh kerabat laki-laki jika melakukan perjalanan lebih dari 72 kilometer.
Perempuan tidak lagi bekerja di bidang peradilan atau penegakan hukum.
Sebab mereka tidak diperbolehkan menangani kejahatan kekerasan berbasis gender.
Wanita di Afghanistan hanya diperbolehkan bekerja jika diminta oleh atasan laki-laki mereka, menurut laporan PBB.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)