Inggris Kelimpungan, Jumlah Tentaranya Dilaporkan Menyusut di Tengah Panasnya Konflik Laut Merah
Total pasukan Inggris dilaporkan menyusut ditengah memanasnya serangan milisi Houthi di kawasan Laut merah.
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Sri Juliati
Adapun ketegangan ini pertama kali meruncing sejak perang Gaza pecah pada 7 Oktober 2023.
Tepatnya sejak milisi Houthi Yaman kerap melakukan serangan ke sejumlah kapal dagang yang melintas di kawasan Laut Merah.
Pejabat Houthi beranggapan blokade dan penyerangan yang mereka lakukan adalah bentuk protes atas agresi Israel di Gaza, Palestina.
Namun imbasnya pasar global dihantui ancaman inflasi, lantaran sejumlah perusahaan pelayaraan mulai menaikan biaya pengiriman kargo hingga 1 juta dolar untuk setiap perjalanan pulang pergi antara Asia dan Eropa Utara.
Alasan ini yang mendorong AS dan Inggris untuk turun tangan, menghalau serangan Houthi demi menjaga kawasan lalu lintas perdagangan global Laut Merah.
Tak tanggung – tanggung untuk memperkuat basis serangan, Kementerian Pertahanan Inggris akan meningkatkan pertahanan di Laut Merah dengan menggelontorkan 405 juta pound atau Rp 8 triliun (kurs Rp 19.843) untuk memborong sistem rudal Udara Sea Viper.
Sistem Udara Sea Viper yang dilengkapi hulu ledak dan perangkat lunak baru dibeli pemerintah Inggris dari MBDA, sebuah perusahaan patungan rudal yang dimiliki oleh Airbus, BAE Systems dan Leonardo.
Senjata baru ini sengaja ditambah guna meningkatkan kemampuan Angkatan Laut Kerajaan dalam melakukan serangan balasan ke milisi Houthi yang belakangan kerap melakukan ancaman kepada kapal dagang global yang melintas di kawasan Laut Merah.
Langkah ini diambil, mengikuti arahan Komando Perang Khusus Angkatan Laut AS yang telah lebih dulu sudah memamerkan kemampuan kapal cepat dengan kemampuan kamuflase di Teluk Oman, Minggu 21 Januari 2024.
Adapun kemunculan kapal siluman itu tidak terdeteksi langsung, karena tersembunyi di atas kapal pangkalan bergerak ekspedisi USS Lewis B. Puller (ESB-3).
"Ketika situasi di Timur Tengah memburuk, sangat penting bagi kita untuk beradaptasi untuk menjaga keamanan Inggris, sekutu dan mitra kita," jelas Grant Shapps dikutip dari Reuters.
(Tribunnews.com/ Namira Yunia)