Universitas Harvard Ajukan Dokumen Investigasi Kasus Plagiarisme Claudine Gay ke Kongres
Universitas Harvard baru saja menyerahkan sejumlah dokumen kepada anggota parlemen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) AS pada Jumat (19/1/2024).
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Skandal plagiarisme yang diduga dilakukan oleh mantan Presiden Universitas Harvard, Claudine Gay, memasuki babak baru.
Universitas Harvard baru saja menyerahkan sejumlah dokumen kepada anggota parlemen Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Amerika Serikat (AS) pada Jumat (19/1/2024).
Dokumen-dokumen tersebut mewakili sejumlah peninjauan yang dilakukan Harvard mengenai tuduhan plagiarisme yang dilakukan Gay.
Juru bicara Komite Pendidikan dan Tenaga Kerja DPR, Nick Barley mengakui bahwa anggota parlemen “sedang meninjau” dokumen terkait penyelidikan plagiarisme yang dikirim Harvard sebelum batas waktu pukul 17.00 waktu setempat.
Dilansir CNN, dokumen setebal delapan halaman yang diserahkan oleh Harvard berisi informasi baru tentang tanggapan sekolah Ivy League terhadap kontroversi tersebut, termasuk kronologi peninjauan yang lebih rinci.
Dalam dokumen tersebut, Harvard untuk pertama kalinya menyebutkan empat anggota subkomite Harvard Corporation yang dibentuk untuk mempertimbangkan dakwaan terhadap Gay:
- Mariano-Florentino (Tino) Cuellar, mantan hakim Mahkamah Agung California
- Mantan Presiden Amherst College Biddy Martin
- Mantan Presiden Universitas Princeton Shirley Tilghman
- Theodore Wells, Jr, partner di firma hukum Paul, Weiss.
Dokumen lain yang termasuk dalam pengajuan Harvard ke Kongres bersifat “responsif” terhadap permintaan rinci komite, kata juru bicara universitas.
Kronologi skandal
Baca juga: Presiden Harvard Claudine Gay Mengundurkan Diri di Tengah Kasus Antisemitisme dan Plagiarisme
Seperti diketahui sebelumnya, Harvard mengatakan kepada Kongres bahwa tinjauannya terhadap tulisan-tulisan Gay dimulai pada 24 Oktober 2023, ketika seorang reporter New York Post menghubungi tim hubungan masyarakat universitas tersebut mengenai tuduhan plagiarisme.
“Universitas segera mulai menilai tuduhan tersebut dan, melalui penasihat hukum, meminta waktu tambahan dari penasihat hukum Post untuk meninjau tuduhan tersebut,” kata Harvard dalam dokumen tersebut.
Lima hari kemudian, Harvard Corporation dengan suara bulat memberikan suara dalam sesi yang mengecualikan Gay untuk memulai peninjauan.
“Selain itu, pada hari yang sama, Gay saat itu meminta peninjauan independen,” demikian isi dokumen Harvard.
Tuduhan baru mengenai tulisan-tulisan Gay terus bermunculan – khususnya tentang disertasi PhD-nya pada tahun 1997.
Harvard mengatakan kepada anggota parlemen DPR bahwa universitas tersebut pertama kali mengetahui tuduhan seputar disertasi Gay melalui media sosial pada 10 Desember.
Disertasi tersebut bukan bagian dari tinjauan awal Harvard.
Subkomite Harvard “segera meninjau” disertasi Gay, menurut universitas tersebut, dan menemukan “contoh bahasa duplikatif tanpa atribusi yang sesuai.”
Kepresidenan yang singkat
Gay adalah presiden kulit hitam pertama di Harvard dan wanita kedua yang menjalankan universitas.
Ia mengundurkan diri awal bulan ini di tengah badai kontroversi.
Pengunduran dirinya menandai masa jabatan terpendek dalam sejarah Harvard karena ia baru diangkat menjadi presiden Harvard pada Juli 2023.
Para ahli yang dihubungi CNN menemukan bahwa karya Gay mencakup banyak contoh plagiarisme.
Namun, mereka berbeda pendapat mengenai bagaimana dan apakah dia seharusnya dihukum.
Dan mereka menekankan masalah plagiarisme itu rumit, dan jarang ada akademisi yang dipecat karena pelanggaran semacam itu.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)