Israel Berencana Lakukan Jeda Pertempuran Selama 35 Hari, Syaratnya Hamas Harus Bebaskan 35 Sandera
Israel, mengungkap rencana pembebasan sandera yang akan dilakukan para kabinet perang dengan militan Hamas pada Kamis (1/2/2024).
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Garudea Prabawati
TRIBUNNEWS.COM - Kepala agen mata-mata Israel, David Barnea Mossad mengungkap rencana pembebasan sandera yang akan dilakukan para kabinet perang dengan militan Hamas pada Kamis (1/2/2024).
Adapun rencana ini diungkap setelah para Kabinet Perang Israel merilis “ dokumen prinsip” yang berisi usulan gencatan senjata.
Mossad menuturkan bahwa negaranya siap melakukan jeda kemanusian selama 35 hari asal Hamas berjanji untuk membebaskan 35 sandera asal Israel
“Pada tahap awal, 35 sandera akan dibebaskan dengan imbalan gencatan senjata selama 35 hari, yang setara dengan satu hari gencatan senjata untuk setiap sandera,” jelas Mossad.
Untuk fase ini pembebasan sandera akan diprioritaskan untuk perempuan, orang sakit, dan pasien yang terluka, serta sandera lanjut usia.
Apabila pembebasan sandera tahap pertama berhasil dilakukan, Israel kemungkinan akan kembali membahas pelepasan tahap kedua serta memperpanjang diskusi gencatan senjata selama seminggu
Dalam fase kedua nantinya Israel akan meminta Hamas untuk membebaskan anggota pasukan pertahanan sipil .
Tak hanya itu Israel juga mengusulkan adanya pembebasan sandera laki-laki yang diidentifikasi oleh Hamas, sebagaimana dikutip dari Anadolu Ajansı.
Hamas Menuntut Pembebasan Tahanan “Berkualitas”
Berbeda dengan Israel yang telah menentukan total sandera yang akan dibebaskan sebagai imbalan gencatan senjata.
Hamas justru masih enggan untuk mengungkap terkait berapa banyak tahanan Palestina yang akan dibebaskan dalam kesepakatan itu.
Namun menurut surat kabar Yedioth Ahronoth, Hamas menuntut pembebasan tahanan “berkualitas.
Baca juga: Kalah Telak, Media Israel: Kesepakatan Gencatan Senjata Baru, Nama-Nama Besar Palestina Bakal Bebas
Yakni dengan meminta Israel untuk membebaskan Marwan Barghouti anggota Komite Sentral Fatah yang dianggap unggul untuk memimpin Otoritas Palestina di Ramallah.
Tak hanya itu dalam kesepakatan tersebut Hamas juga mendesak Israel membebaskan sejumlah pimpinan penting.
Diantaranya seperti Abdullah Barghouti pemimpin tertinggi Hamas yang dijatuhi hukuman seumur hidup oleh pemerintah Netanyahu.