Netanyahu Tolak Proposal Gencatan Senjata dari Hamas, Antony Blinken Sebut Masih Ada Ruang Negosiasi
Hamas dan Israel belum sepakat soal ketentuan gencatan senjata, Antony Blinken tetap optimis.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
Hamdan mendesak faksi-faksi bersenjata Palestina untuk terus berperang.
Sejak 7 Oktober 2023, Kementerian Kesehatan Gaza mengatakan setidaknya 27.585 warga Palestina dipastikan tewas, dan ribuan lainnya dikhawatirkan terkubur di bawah reruntuhan.
Sejauh ini telah dilakukan satu kali gencatan senjata, yang berlangsung selama seminggu di akhir bulan November.
Tiga Fase Gencatan Senjata
Israel sebelumnya menyatakan tidak akan menarik pasukannya keluar dari Gaza atau mengakhiri perang sampai Hamas dilenyapkan.
Namun sumber-sumber yang dekat dengan perundingan tersebut menyebut Hamas mengambil pendekatan tiga fase baru untuk mengakhiri perang.
Hamas mengusulkan hal ini sebagai masalah yang harus diselesaikan dalam perundingan di masa depan dan bukan sebagai syarat untuk gencatan senjata.
Menurut dokumen penawaran yang dilihat oleh Reuters dan dikonfirmasi oleh sumber:
- Selama fase gencatan senjata 45 hari pertama, semua sandera perempuan Israel, laki-laki di bawah 19 tahun dan orang tua serta orang sakit akan dibebaskan, sebagai ganti perempuan dan anak-anak Palestina yang ditahan di penjara-penjara Israel.
Israel juga akan menarik pasukannya dari wilayah berpenduduk Gaza.
- Penerapan tahap kedua tidak akan dimulai sampai kedua pihak menyelesaikan perundingan tidak langsung mengenai persyaratan untuk mengakhiri operasi militer bersama dan memulihkan ketenangan sepenuhnya.
- Tahap kedua yakni pembebasan sandera laki-laki yang tersisa dan penarikan penuh pasukan Israel dari seluruh Gaza.
Jenazah orang mati akan ditukar pada tahap ketiga.
Baca juga: Hamas Usul Rencana Gencatan Senjata 135 Hari, Mengarah pada Berakhirnya Perang Israel di Gaza
Amerika Serikat menjadikan kesepakatan penyanderaan dan gencatan senjata sebagai bagian dari rencana resolusi konflik Timur Tengah, yang pada akhirnya mengarah pada rekonsiliasi antara Israel dan negara-negara tetangga Arab dan pembentukan negara Palestina.
Netanyahu menolak negara Palestina, yang menurut Arab Saudi merupakan persyaratan bagi kerajaan tersebut untuk menormalisasi hubungan dengan Israel.