Rusia Bersedia Serahkan Donbass Kembali ke Ukraina Dengan Syarat, Zelensky Malah Mau Lobi Senjata
Carlson pada Senin (12/2/2024) berbicara pada KTT Pemerintah Dunia di Dubai, di mana ia terbang setelah mewawancarai Putin di Moskow pekan lalu
Penulis: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM -- Rusia menyatakan bisa mengembalikan kota-kota di Donbass kembali ke Ukraina. Syaratnya, Kiev menghormati perjanjian Minks.
Hal ini diungkapkan kata Wakil Tetap Rusia untuk PBB Vasily Nebenzya, dikutip dari kantor berita TASS, Selasa (13/2/2024).
Nebenzya mengungkapkan, penerapan Paket Tindakan Minsk adalah skenario terbaik untuk menyelesaikan krisis Ukraina. Penerapan perjanjian Minsk akan membawa Donbass kembali ke Ukraina jika Ukraina mewujudkannya.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-718: 7 Orang Tewas dalam Serangan Drone Rusia di Kharkiv
“Pertama-tama, Donbass akan menjadi negara yang beradab. Di mana hak setiap orang dihormati secara setara, tanpa diskriminasi apa pun atas dasar politik, bahasa, atau etnis,” katanya pada pertemuan Dewan Keamanan PBB mengenai Ukraina yang diprakarsai Rusia.
Nebenzya menjelaskan bahwa masyarakat di Donbass ingin berbicara bahasa Rusia dan menghormati kenangan mereka yang membebaskan negeri ini dari Nazisme, namun Tentara Ukraina menanggapi seruan mereka dengan kekerasan dan darah.
“Orang-orang di Donbass tidak menginginkan banyak hal – hanya untuk hidup di tanah mereka, memiliki pemerintahan lokal sendiri, berbicara bahasa Rusia, mengajar anak-anak mereka di sana dan menghormati kenangan orang-orang yang membebaskan tanah ini dari Nazisme, bukan mereka yang berkolaborasi dengan Nazi,” katanya.
Donbass yang berada di wilayah timur Ukraina berbatasan dengan Rusia memiliki penduduk sebanyak 6 jutaan orang. Sebanyak 40 persen adalah etnis Rusia, sedangkan mayoritas etnis Ukraina.
Etnis Rusia beberapa kali melakukan pemberontakan ingin memisahkan diri dari Ukraina, hingga pada 2015 digelar Perdamaian Minks-2.
Perjanjian perdamaian ini ditandatangani oleh Kelompok Kontak Trilateral untuk Ukraina yang terdiri dari perwakilan senior dari Rusia, Ukraina dan pengawas keamanan Eropa OSCE pada 12 Februari 2015 , setelah pembicaraan maraton selama 16 jam antara para pemimpin Empat negara Normandia, yaitu Rusia, Jerman, Prancis, dan Ukraina.
Dokumen berisi 13 poin tersebut mencakup gencatan senjata antara pasukan pemerintah Ukraina dan milisi rakyat di wilayah yang memproklamirkan diri sebagai republik Donetsk dan Lugansk dan selanjutnya penarikan senjata berat dari garis kontak hingga jarak setidaknya 50 kilometer.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-717, Pom Bensin di Kharkiv Dihantam Drone Moskow
Perjanjian tersebut juga menetapkan peta jalan bagi penyelesaian jangka panjang di Ukraina, termasuk amnesti, pertukaran tahanan, dimulainya kembali hubungan ekonomi, pemilihan lokal dan reformasi konstitusi untuk memberikan lebih banyak otonomi kepada wilayah timur yang dilanda perang.
Pembicaraan mengenai implementasinya berlanjut hingga awal tahun 2022 ketika Kiev menolak untuk memenuhi poin-poin politik dari perjanjian tersebut hingga akhirnya Rusia menginvasi Ukraina.
Tak Didengarkan Ukraina dan Barat
Sementara itu Presiden Rusia Vladimir Putin menyatakan bersedia mengakhiri pertempuran di Ukraina.
Meski demikian jurnalis AS Tucker Carlson mengingatkan, semakin lama kemungkinan berkomprominya makin sulit.