Jelang Ramadan, Simak 21 Merek Kurma Produksi Israel yang Diboikot, Ditanam di Tanah Palestina
Berikut ini daftar 21 merek kurma produksi Israel yang diboikot karena ditanam di tanah pendudukan dan mempekerjakan pekerja Palestina.
Penulis: Pravitri Retno Widyastuti
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.com - Menjelang Ramadan 2024/1445 Hijriah yang akan tiba pada pertengahan Maret mendatang, simak daftar merek kurma produksi Israel yang diboikot.
Boikot ini dilakukan karena kurma-kurma produksi Israel ditanam di tanah pendudukan.
Menurut laman Boycott Guide, kurma selalu dianggap "emas hitam" Palestina.
Namun, saat ini kurma menjadi salah satu komoditi terbesar Israel.
Perusahaan-perusahaan Israel menanam kurma di pemukiman ilegal Tepi Barat yang diduduki.
Diketahui, kurma produksi Israel di tanam di Lembah Jordan, sebuah wilayah paling subur di Tepi Barat.
Di tanah Palestina inilah, banyak ditemukan lahan pertanian pemukiman ilegal Israel, termasuk perkebunan kurma.
Tak hanya itu, kurma-kurma produksi Israel juga ditanam menggunakan sumber daya alam curian, air milik Palestina.
Para pekerja Palestina, yang seringkali terpaksa bekerja di pemukiman ilegal karena kebutuhan ekonomi, terpaksa bekerja dalam kondisi fisik yang melelahkan.
Undang-undang ketenagakerjaan Israel hampir tidak ditegakkan ketika berkaitan dengan pekerja Palestina.
Hal ini mengakibatkan pekerja Palestina dibayar rendah dan tidak mendapat kompensasi atas pekerjaan mereka.
Baca juga: Dijadikan Tameng Manusia dan Ibunya Dilecehkan Tentara Israel, Shamlakh Bongkar Kekejaman Zionis
Berikut 20 merek kurma produksi Israel yang diboikot karena ditanam di tanah pendudukan menurut Boycott Guide dan American Muslim for Palestine (AMP):
- Carmel Agrexco
- Hadiklaim
- Jordan River
- King Solomon
- Rapunzel
- Shams
- Bomaja
- Desert Diamond
- Delilah
- Urban Platter
- Star Dates
- Sincerely NUts
- Edeka
- Anna and Sarah
- Galilee
- Ventura
- Nava Fresh
- Food to Live
- Mehadrin
- Shah Co
- King of Dates
Untuk merek Hadiklaim dan Carmel Agrexco serta turunannya, semuanya beroperasi di pemukiman ilegal Israel di Tepi Barat.
Kedua perusahaan itu disebut menggunakan pekerja anak dan membayar pekerja Palestina di bawah upah minimum.