Tentara AS Ditangkap atas Tuduhan Jual Dokumen Rahasia Strategi Perang ke China
Seorang prajurit aktif Angkatan Darat dan Analisis Intelijen AS pada hari Kamis (7/3/2024) ditangkap atas tuduhan menjual dokumen sensitif ke China.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Suci BangunDS
TRIBUNNEWS.COM - Seorang prajurit aktif Angkatan Darat dan Analisis Intelijen AS pada hari Kamis (7/3/2024) ditangkap di Fort Campbell, Kentucky atas tuduhan menjual dokumen pertahanan sensitif ke China.
Sersan Korbein Schultz dituduh menggunakan izin keamanan rahasianya untuk mengunduh catatan rahasia pemerintah AS atas perintah seseorang yang tidak disebutkan namanya yang mengaku tinggal di Hong Kong.
Dengan perintah seseorang tersebut, Schultz mendapatkan imbalan sekitar 42.000 dollar AS.
Schultz didakwa dengan enam tuduhan termasuk konspirasi dan penyuapan, dikutip dari CBS News.
Meski dalam dokumen dakwaan tidak menyebutkan pemerintah Tiongkok sebagai penerima informasi atau pelaku, sebagian besar informasi yang dituduhkan Schutlz berkaitan negara tersebut.
Asisten Jaksa Agung, Matthew G Olsen, mengatakan Schultz sengaja menggunakan ini semua hanya demi kepentingan pribadi dirinya sendiri.
"Schultz menempatkan keuntungan pribadi di atas keamanan rakyat Amerika”, kata Olsen, dikutip dari The Guardian.
Ia juga menekankan apa yang dilakukan Schultz merupakan sebuah pengkhianatan.
“Penangkapan hari ini menunjukkan bahwa pengkhianatan seperti itu tidak ada gunanya. Departemen Kehakiman berkomitmen untuk mengidentifikasi dan meminta pertanggungjawaban mereka yang melanggar sumpahnya untuk melindungi rahasia negara kita," tegasnya.
Sebagai informasi, Schultz merupakan seorang sersan dan analisis intelijen yang ditugaskan di Batalyon Infanteri 506.
Ia juga telah bertugas sebagai tentara angkatan darat sejak November 2018.
Baca juga: AS Yakin Ukraina Bisa Kalahkan Rusia, Joe Biden: Kami Tak Sudi Sujud ke Putin
Jaksa Ungkap Schultz Telah Bekomunikasi sejak Tahun 2022 dengan Rekannya di China
Mulai Juni 2022, jaksa mengatakan Schultz dan rekan konspiratornya mulai berkomunikasi secara online dan melalui aplikasi pesan terenkripsi.
Dalam komunikasi tersebut, Schultz diminta untuk menyampaikan dokumen asli.