Hamas dan Fatah Bertengkar Soal Kekuasaan di Tengah Bencana Kemanusiaan di Gaza
Penunjukkan Mohammad Mustafa sebagai Perdana Menteri Palestina oleh Fatah menuai kritikan keras dari Hamas.
Editor: Willem Jonata
Fatah juga merujuk pada pengambilalihan Gaza yang dilakukan Hamas pada 2007 setelah memenangkan pemilu.
Mereka mempertanyakan apakah Hamas berkonsultasi ketika melakukan kudeta hitam terhadap legitimasi nasional Palestina pada 2007, dan menolak semua inisiatif untuk mengakhiri perpecahan.
Mengenai penunjukan Mustafa, Fatah menyindir Hamas, dengan mengatakan bahwa dia (Mustafa) “dipersenjatai" dengan agenda nasional, dan bukan dengan agenda palsu yang tidak membawa apa-apa, selain kesengsaraan bagi rakyat Palestina dan tidak memberikan manfaat apa pun bagi mereka.
Dengan sinis, Fatah menyampaikan keheranannya kenapa Hamas “menunjuk seorang perdana menteri dari Iran, atau membiarkan Teheran menunjuk seorang perdana menteri untuk Palestina.”
Pernyataan itu merupakan analogi yang merujuk pada aliansi Hamas dengan Republik Islam Iran dalam memerangi Israel.
Fatah juga menyindir gaya hidup mewah yang dipimpin oleh kepemimpinan Hamas di Qatar, dengan menyatakan bahwa “tampaknya kehidupan nyaman yang dijalani para pemimpin ini di hotel bintang tujuh telah membutakan mereka dari apa yang benar.”
Hal itu membuat Fatah juga bertanya-tanya, mengapa pemimpin Hamas dan keluarganya, meninggalkan Gaza dan membiarkan rakyat Palestina menghadapi “perang pemusnahan yang brutal” tanpa perlindungan apa pun.
Sejak 2007, Hamas telah menunjukkan peningkatan popularitas di kalangan masyarakat Palestina, mencatat keberhasilan besar dalam pemilihan lokal dan mahasiswa.
Menurut jajak pendapat yang dilakukan oleh Khalil Shikaki selama gencatan senjata sementara pada Desember 2023, kelompok Hamas semakin populer sejak pembantaian 7 Oktober.
Jajak pendapat tersebut menunjukkan bahwa 57 persen responden di Gaza dan 82 persen di Tepi Barat percaya bahwa Hamas benar dalam melancarkan pembantaian tersebut.
Fatah merupakan organisasi yang didirikan oleh Yasser Arafat an Khalil al-Wazir pada 1956.
Organisasi tersebut didirikan untuk melepaskan cengkeraman pendudukan Israel atas Palestina.
Mereka bukan hanya melakukan gerakan politik lewat jalur diplomasi, tapi juga militer lewat perang gerilya.
Selama bertahun-tahun, Fatah memimpin Palestina dalam upaya mereka lepas dari Israel sekaligus berusaha menciptakan perdamaian di wilayah tersebut lewat berbagai perjanjian.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.