Usul 'Gila' Menteri Israel, Ingin Tahanan Palestina Dieksekusi Mati Lantaran Penjara Penuh
Menteri Israel Itamar Ben Gvir mengusulkan pemberlakuan eksekusi mati bagi tahanan Palestina, lantaran penjara penuh.
Penulis: garudea prabawati
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Menteri Keamanan Nasional Israel, Itamar Ben-Gvir, mengusulkan hal 'gila'.
Yakni dirinya ingin penerapan hukuman mati bagi tahanan Palestina sebagai solusi mengatasi kepadatan penjara.
Ben-Gvir, yang juga pemimpin Partai Kekuatan Yahudi sayap kanan, membuat pernyataan tersebut di akun media sosialnya, menyarankan hal ini sebagai solusi terhadap krisis penahanan Layanan Penjara Israel.
“Hukuman mati bagi teroris adalah solusi tepat terhadap masalah penahanan,” tulis Ben-Gvir, mengutip Palestine Chronicle.
Komentar menteri tersebut menyusul adanya persetujuan pemerintah Israel {
Perluasan ini, yang menelan biaya sekitar 450 juta shekel ($119,21 juta), didanai secara merata oleh Kementerian Pertahanan Israel dan kementerian lainnya, seperti dilansir situs berita Israel Walla.
Sementara itu, kantor media pemerintah Jalur Gaza menyatakan bahwa tentara pendudukan Israel telah menahan lebih dari 5.000 warga Palestina selama perang.
Update Jumlah Korban di Gaza
Israel masih terus melancarkan serangan militer mematikan di Jalur Gaza.
Hampir 34.000 warga Palestina, sebagian besar perempuan dan anak-anak, tewas di Gaza.
Baca juga: Israel Porakporandakan Gaza Tengah: Klaim Bunuh Perwira Intelijen Hamas, Komandan IDF: OTW ke Rafah
Dan lebih dari 76.600 lainnya terluka akibat kehancuran massal dan kekurangan kebutuhan pokok, mengutip Anadolu Agency.
Perang Israel telah menyebabkan 85 persen penduduk Gaza mengungsi di tengah kekurangan makanan, air bersih dan obat-obatan.
Sementara 60 persen infrastruktur di wilayah kantong tersebut telah rusak atau hancur, menurut PBB.
Lebih Dari 5.479 Pelajar Tewas
Sementara itu menurut para ahli, lebih dari 5.479 pelajar, 261 guru dan 95 profesor universitas telah tewas di Gaza, akubat serangan sejak 7 Oktober 2023.dan lebih dari 7.819 pelajar dan 756 guru terluka.
Selain itu, setidaknya 60 persen fasilitas pendidikan, termasuk 13 perpustakaan umum, telah rusak atau hancur.
Dan juga setidaknya 625.000 siswa tidak memiliki akses terhadap pendidikan.
Mereka mengecam universitas terakhir yang tersisa di Gaza, Universitas Israa, yang juga dihancurkan oleh militer Israel pada 17 Januari 2024 lalu.
“Serangan yang terus-menerus dan tidak berperasaan terhadap infrastruktur pendidikan di Gaza memiliki dampak jangka panjang yang menghancurkan terhadap hak-hak dasar masyarakat untuk belajar dan bebas berekspresi, sehingga merampas masa depan generasi Palestina berikutnya,” kata mereka.
“Ketika sekolah hancur, harapan dan impian pun ikut hancur,” tambah mereka.
Bahkan sekolah-sekolah PBB yang menampung warga sipil yang terpaksa mengungsi pun juga dibom, mereka memperingatkan.
"Serangan-serangan ini bukanlah insiden yang terisolasi. Serangan-serangan ini menghadirkan pola kekerasan sistematis yang bertujuan untuk meruntuhkan fondasi masyarakat Palestina."
Para ahli meminta komunitas internasional untuk mengirimkan pesan yang jelas bahwa mereka yang menargetkan sekolah dan universitas akan bertanggung jawab.
“Kami berhutang budi kepada anak-anak Gaza untuk menjunjung tinggi hak mereka atas pendidikan dan membuka jalan bagi masa depan yang lebih damai dan adil,” mereka menyimpulkan.
(Tribunnews.com /Garudea Prabawati)