Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Pidato Publik Terakhir Mendiang Presiden Iran Ebrahim Raisi: Tak Ada yang Tersisa dari Israel

Lontaran pernyataan Ebrahim Raisi itu diyakini sebagai pidato publik terakhirnya mengenai ketegangan dengan Israel sebelum ia dinyatakan tewas

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Pidato Publik Terakhir Mendiang Presiden Iran Ebrahim Raisi: Tak Ada yang Tersisa dari Israel
AFP/AHMAD AL-RUBAYE
Warga Irak menyalakan lilin untuk mendiang presiden Iran Ebrahim Raisi (foto) di luar kedutaan Iran di Bagdad saat upacara belasungkawa pada 20 Mei 2024 untuk presiden dan rombongannya, yang tewas dalam kecelakaan helikopter di Iran pada hari sebelumnya. - Presiden Iran Ebrahim Raisi tewas dalam kecelakaan helikopter pada 19 Mei di dekat perbatasan Iran-Azeri sekembalinya dari kunjungan resmi. Para korban adalah Raisi (di spanduk dan posisi kedua dari kiri bawah), Menteri Luar Negeri Hossein Amir-Abdollahian (kiri bawah), seorang gubernur provinsi dan seorang imam, serta tiga awak pesawat dan dua pengawalnya, kata para pejabat Iran. (Photo by AHMAD AL-RUBAYE / AFP) 

Pidato Publik Terakhir Mendiang Presiden Iran: Tak Ada yang Tersisa dari Israel

TRIBUNNEWS.COM - Mendiang Presiden Iran Ebrahim Raisi mengatakan kepada para pelajar di Pakistan bahwa 'tidak ada yang tersisa' dari rezim Israel jika mereka langsung menyerang tanah Iran.

Lontaran pernyataan Ebrahim Raisi itu diyakini sebagai pidato publik terakhirnya mengenai ketegangan dengan Israel sebelum ia dinyatakan meninggal dalam kecelakaan helikopter di Iran utara pada 19 Mei 2024.

Baca juga: Eks-Menlu Iran: Penyebab Kecelakaan Tragis Helikopter Bell 212 Presiden Ebrahim Raisi Adalah Amerika

Video pidato Raisi itu kemudian viral saat Pemerintah Iran mulai melakukan proses pemakamannya. 

Berbicara di Government College Universitas Lahore, Raisi juga menyatakan komitmen bersama Iran dan Pakistan untuk membela 'perlawanan dan rakyat Palestina yang tertindas'.

Proses Pemakaman Dimulai

Iran memulai prosesi pemakaman Presiden Ebrahim Raisi (63) pada Selasa (21/5/2024).

BERITA REKOMENDASI

Dilansir NBC News, Pemimpin Tertinggi Iran Ayatollah Ali Khamenei telah mengumumkan lima hari berkabung nasional untuk Raisi, Menteri Luar Negeri Hossein Amirabdollahian dan enam orang lainnya yang tewas dalam kecelakaan helikopter di daerah terpencil di barat laut Iran pada hari Minggu (19/5/2024).

Ribuan pelayat berkumpul untuk prosesi pemakaman pertama pada Selasa pagi di Tabriz, kota besar terdekat dengan lokasi jatuhnya pesawat.

Jenazah mereka yang tewas kemudian akan dibawa ke kota Qom pada sore harinya.

Rabu akan menjadi hari libur nasional karena pemakaman Raisi akan diadakan di ibu kota, Teheran, dan pemakaman akan diadakan di dua kota lagi pada hari Kamis.

Raisi diperkirakan akan dimakamkan di kota Masyhad pada hari Jumat.

Kematian Raisi yang tak terduga memicu suasana berkabung di Iran, seiring dengan banyaknya pesan belasungkawa yang mengalir.

Prosesi pemakaman Presiden Iran di Tabriz, Selasa 21 Mei 2024
Prosesi pemakaman Presiden Iran di Tabriz, Selasa 21 Mei 2024 (IRNA)

Namun beberapa orang juga menyatakan lega atas kematian Raisi, yang dikenal karena tindakan keras dan brutalnya terhadap lawan politik dan pengunjuk rasa.

Wakil presiden pertama Iran, Mohammad Mokhber, dengan cepat ditunjuk sebagai pejabat sementara menjelang pemilihan presiden baru yang akan berlangsung dalam 50 hari ke depan.

Iran belum memberikan alasan resmi atas kecelakaan yang menewaskan Raisi, namun belum ada dugaan adanya sabotase.

Ebrahim Raisi merupakan salah satu tokoh utama untuk menggantikan Khamenei sebagai pemimpin tertinggi.

Baca juga: Dicurigai Terlibat Jatuhnya Helikopter Presiden Iran, Israel: Bukan Kami

Kematiannya memicu kekhawatiran akan terjadinya krisis suksesi di Iran di tengah meningkatnya ketegangan di wilayah tersebut setelah serangan terhadap Israel oleh Hamas yang didukung Iran pada 7 Oktober dan perang di Gaza.

Apa perbedaan Pemimpin Tertinggi (Supreme Leader) dan Presiden dalam pemerintahan Iran?

Mengutip Time.com, Pemimpin Tertinggi, juga dikenal dengan istilah Velayat-e Faqih dalam teologi Islam Syiah, adalah penguasa tertinggi di Iran dan bertanggung jawab untuk membuat semua keputusan besar mengenai negara.

Pemimpin Tertinggi adalah sebuah jabatan yang dibuat setelah Revolusi Islam 1979.

Pemimpin Tertinggi juga merupakan kepala negara dan panglima tertinggi Iran.

Hanya laki-laki yang diperbolehkan untuk dipertimbangkan mengisi jabatan ini.

Berdasarkan jenis hukum Islam yang diterapkan di Iran, jabatan Pemimpin Tertinggi tersebut harus diberikan kepada teolog Syiah tingkat tinggi yang setidaknya harus bergelar Ayatollah, walaupun masih diperdebatkan apakah Khamenei sendiri pernah mencapai tingkat tersebut.

Sementara itu, presiden di Iran adalah kepala cabang eksekutif negara tersebut.

Presiden Iran dipilih melalui proses pemilu yang diawasi ketat setiap empat tahun.

Presiden mengendalikan pemerintahan.

Bergantung pada latar belakang dan kekuatan politik orang tersebut, presiden dapat mempunyai pengaruh besar terhadap kebijakan negara dan perekonomian.

Siapa yang selanjutnya menjadi Pemimpin Tertinggi Iran?

Masih mengutip Time, dalam struktur politik Iran yang rumit, hampir tidak ada ruang resmi atau publik di mana pertanyaan tentang pengganti Khamenei didiskusikan secara terbuka.

Namun para analis, pejabat, dan akademisi yang dekat dengan kalangan politik selama beberapa waktu menyebut putra Khamenei, Mojtaba, sebagai kandidat utama.

Kematian Raisi berarti Mojtaba sekarang terlihat memiliki jalur yang jelas menuju jabatan puncak.

Tapi itu juga merupakan penunjukan yang berisiko.

Baca juga: Satu Hal yang Ditakutkan AS setelah Kematian Presiden Iran, Apakah Ini Awal Mula Perang Dunia III?

Iran memiliki warisan yang penuh dengan konsep "pemerintahan yang diwariskan."

Para pemimpin Revolusi Islam tahun 1979 dengan keras menentang sistem apa pun yang menyerupai monarki, yang mereka gulingkan.

Popularitas Mojtaba juga belum pernah teruji karena ia tidak memegang jabatan apa pun di pemerintahan dan jarang terlihat di depan umum.

Pemimpin Tertinggi setidaknya harus terlihat mendapat dukungan otentik dari massa yang mendukung sistem keagamaan saat ini jika ingin memiliki legitimasi.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas