Korea Utara Kirim Lebih dari 200 Balon Berisi Sampah dan Kotoran ke Korea Selatan, Apa yang Terjadi?
Balon berisi sampah diterbangkan dari Korea Utara ke Korea Selatan. Apa maksud tindakan ini?
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Wahyu Gilang Putranto
Jika kotoran yang dimasukkan dalam balon merupakan kotoran hewan, maka pemeriksaannya dapat menunjukkan pakan apa yang diberikan kepada ternak di Korea Utara.
Sampah-sampah lainnya juga dapat memberikan gambaran sekilas tentang produk apa yang digunakan di Korea Utara.
Namun para pengamat mengatakan para ahli bisa mendapatkan informasi tersebut dengan lebih mudah dari para pembelot Korea Utara.
Mereka juga bisa mendapatkan informasi dari kontak mereka di Korea Utara dan kota-kota perbatasan Tiongkok, serta publikasi negara Korea Utara.
Apa implikasi kampanye balon sampah ini bagi Semenanjung Korea?
Kampanye balon udara sambaph yang dilakukan Korea Utara dapat memperdalam seruan publik di Korea Selatan untuk menghentikan penyebaran pamflet anti-Korea Utara guna menghindari bentrokan yang tidak perlu.
Namun tidak jelas apakah atau seberapa agresif kah pemerintah Korea Selatan dapat mendesak kelompok sipil untuk menahan diri mengirimkan balon ke Korea Utara.
Pada tahun 2023, Mahkamah Konstitusi Korea Selatan membatalkan undang-undang kontroversial yang mengkriminalisasi pengiriman selebaran propaganda anti-Pyongyang.
Pengadilan tersebut menyebutnya sebagai pembatasan berlebihan terhadap kebebasan berpendapat.
“Dari sudut pandang Pyongyang, ini adalah tindakan balasan dan bahkan tindakan yang terkendali untuk membuat Seoul menghentikan pengiriman selebaran anti-rezim Kim Jong Un ke utara,” kata Leif-Eric Easley, seorang profesor di Universitas Ewha di Seoul.
"Namun, akan sulit bagi Korea Selatan yang demokratis untuk mematuhinya, mengingat perselisihan hukum yang sedang berlangsung mengenai kebebasan warga negara dan LSM untuk mengirimkan informasi ke Korea Utara."
“Bahaya langsung dari eskalasi militer tidaklah besar."
"Tetapi perkembangan terkini menunjukkan betapa sensitif dan berpotensi rentannya rezim Kim Jong Un terhadap operasi informasi.”
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)