Presiden Jokowi beri izin tambang untuk ormas keagamaan – Rawan 'konflik SARA' dan 'alat perusahaan'
Presiden Joko Widodo telah meneken aturan yang membolehkan organisasi masyarakat (ormas) keagamaan untuk memiliki izin pengelolaan…
Mengacu pada UU Minerba, ormas keagamaan tidak termasuk sebagai pihak yang dapat menerima penawaran prioritas.
“Jokowi semacam membuat regulasi sembari mengabaikan regulasi yang sudah ada. Ini adalah bentuk otak-atik regulasi supaya langkah yang diambil pemerintah itu sesuai dengan regulasi, padahal tidak sesuai dengan undang-undang,” kata Melky.
Berpotensi picu konflik horizontal
Direktur Advokasi Kebijakan, Hukum dan HAM Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Muhammad Arman khawatir bahwa kebijakan ini dapat memicu konflik horizontal antara ormas keagamaan dengan masyarakat adat.
Selama ini, Arman mengatakan banyak kelompok masyarakat adat telah berkonflik dengan tambang dan proyek investasi.
Mereka berhadapan dengan perusahaan dan aparat untuk mempertahankan tanah yang telah lama mereka diami yang tumpang tindih dengan izin konsesi tambang. Sementara selama ini, belum ada pengakuan negara atas tanah-tanah adat yang mereka diami.
Ketika ormas keagamaan masuk ke dalam pusaran itu, Arman khawatir akan timbul konflik horizontal.
“Ini bisa menjadi konflik SARA malah. Misalnya ketika satu kelompok adat terdiri dari kelompok agama tertentu, kemudian dimasuki oleh ormas keagamaan dari kelompok agama lainnya, itu isunya berpotensi dipelintir ke mana-mana,” ujar Arman.
Ketimbang menambah ruwet situasi, pemerintah didorong untuk fokus membenahi konflik-konflik agraria yang dipicu oleh kehadiran tambang.
Menurut catatan Konsorsium Perbaruan Agraria (KPA), terdapat 32 konflik agraria akibat tambang sepanjang 2023. Itu berdampak pada lebih dari 48.000 keluarga di 57 desa.
Tak punya kapasitas dan peluang jadi ‘alat’ perusahaan
Ormas keagamaan juga dinilai tidak memiliki kapasitas untuk mengelola pertambangan, kata JATAM.
PP yang sama mewajibkan badan usaha negara dan swasta yang mengelola tambang wajib memenuhi syarat-syarat administratif, teknis dan pengelolaan lingkungan, serta finansial. Namun tidak ada rincian soal syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh badan usaha milik ormas.
Menurut Melky, ormas keagamaan tidak mungkin memenuhi kriteria-kriteria yang wajib dimiliki untuk pertambangan. Oleh sebab itu, skema yang mungkin diterapkan dalam hal ini adalah ormas menjadi pemegang konsesi yang bekerja sama dengan perusahaan lain sebagai operator.
Melky khawatir bahwa skema ini pada akhirnya justru memudahkan perusahaan-perusahaan untuk masuk ke wilayah pertambangan khusus melalui ormas-ormas keagamaan tanpa melalui proses lelang lebih dulu.