Buruknya Pelatihan Tentara Baru Ukraina: Tak Bisa Rakit Senjata, Latihan Tembak di Garis Depan
Unit-unit garis depan Ukraina yang mendapatkan pasukan baru mengatakan bahwa mereka menghadapi masalah pelatihan yang sangat besar.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Garudea Prabawati
Seorang instruktur mengatakan bahwa beberapa fasilitas pelatihan tidak memiliki cukup peluru kaliber Soviet.
Peserta pelatihan hanya diizinkan menembakkan sekitar 20 peluru sampai pelatihan berakhir.
“Tidak ada granat untuk dilempar di pusat pelatihan, dan tidak ada peluncur granat di pusat pelatihan,” katanya kepada Post.
“Kami tidak memiliki sistem pelatihan yang tepat,” tambahnya.
Barat sangat prihatin dengan pelatihan pasukan Ukraina.
Kyiv baru-baru ini mulai menerima sejumlah peralatan dan persenjataan militer AS, namun semua belum berjalan lancar karena kurangnya SDM.
Negara-negara NATO telah mengisyaratkan rencana untuk secara resmi mengerahkan pelatih militer di Ukraina.
Rusia dan para pakar pro-Kremlin mengecam tindakan tersebut, menyebutnya sebagai eskalasi NATO yang akan melewati garis merah.
Sementara itu, perekonomian Moskow berada dalam kondisi sulit.
Merekrut pasukan baru dengan cepat dan membuat industri manufaktur pertahanannya mengalami overdrive.
Tetapi, dengan kemampuan Rusia untuk memasok pasukan dan peralatan ke medan perang, membuat beberapa analis percaya bahwa Rusia dapat menahan kerugian besar selama bertahun-tahun.
Baca juga: Perang Rusia-Ukraina Hari ke-831: Zelensky Tuduh Rusia Pengaruhi China dan Hindari Ukraina
Sementara itu, Ukraina sedang berjuang untuk menemukan dan melatih personel baru untuk mengimbangi Rusia, terutama karena wilayah mereka rentan terhadap serangan jarak jauh Rusia.
Tanpa wilayah yang aman untuk melakukan pelatihan, Ukraina mungkin tidak punya pilihan selain mengirim personel ke negara-negara NATO, terutama agar operator Ukraina dapat belajar cara menggunakan peralatan baru yang dipasok oleh Barat.
“Ada pertimbangan yang sulit antara menarik tentara berpengalaman dari garis depan untuk melatih personel baru atau menerima hambatan dalam melatih personel baru,” tulis Institute for the Study of War, sebuah wadah pemikir di Washington, pada hari Minggu.