PM Netanyahu Murka dan Kutuk Para Menteri yang Mundur Saat Perang, Ini Deretan Namanya
Benjamin Netanyahu mengkritik keras Menteri Kabinet Perang Benny Gantz yang mengundurkan diri dari pemerintahan darurat
Penulis: Namira Yunia Lestanti
Editor: Hendra Gunawan
Laporan Wartawan Tribunnews.com Namira Yunia Lestanti
TRIBUNNEWS.COM, TEL AVIV – Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengkritik keras Menteri Kabinet Perang Benny Gantz yang mengundurkan diri dari pemerintahan darurat saat perang masih berlangsung.
Dalam cuitan di akun X, Netanyahu mengatakan bahwa tindakan yang dilakukan Benny Gantz tidak tepat lantaran Israel saat ini sedang berada dalam perang eksistensial.
“Benny, sekarang bukan waktunya untuk meninggalkan pertarungan, ini waktunya untuk menggabungkan kekuatan,” ujar Netanyahu di X.
Baca juga: Dewan Keamanan PBB akan Lakukan Pemungutan Suara Mengenai Rencana Gencatan Senjata Israel-Palestina
“Pintu saya akan tetap terbuka bagi partai Zionis mana pun yang bersedia berbagi beban dan membantu meraih kemenangan atas musuh-musuh kita dan menjamin keselamatan warga negara kita,” imbuhnya.
Kritikan juga dilontarkan Menteri Pertahanan Israel Yoav Gallant, dalam pidatonya ia mengatakan bahwa pemimpin oposisi Benny Gantz telah melakukan kesalahan karena telah mundur dari kabinet perang dan pemerintahan darurat Israel.
"Gantz telah membuat kesalahan dengan pengunduran dirinya," ucap Gallant.
Mengutip dari Anadolu, untuk mengantisipasi terjadinya kekosongan jabatan, Netanyahu saat ini tengah melobi Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben-Gvir yang berhaluan sayap kanan untuk bergabung dalam kabinet perang setelah pengunduran diri Gantz.
Kabinet Netanyahu Terancam Bubar
Sebelum pamit dari pemerintahan Israel, Menteri Perang Israel, Benny Gantz bulan lalu sempat mengancam akan meninggalkan pemerintahan darurat Israel apabila Netanyahu gagal menyajikan rencana pasca perang untuk wilayah Palestina. Namun hal tersebut nyatanya tak juga dikabulkan oleh Netanyahu.
Alasan ini yang mendorong pria berusia 65 tahun itu untuk resign sebagai menteri perang Israel di tengah panasnya konflik yang terjadi di Gaza.
Baca juga: Mayoritas Warga AS Menolak Pemerintah AS Mempersenjatai Israel, Seharusnya Kirim Bantuan ke Gaza
Meski hengkangnya Gantz tidak akan meruntuhkan koalisi yang berkuasa, mengingat partai Ketahanan Israel yang berhaluan tengah hanya memiliki enam kursi di Knesset (Parlemen), namun langkahnya berpotensi menimbulkan gelombang kejutan di seluruh lanskap politik negara Yahudi tersebut.
Dimana PM Israel itu akan kehilangan dukungan dari blok sentris yang telah membantunya memperluas dukungan bagi pemerintah di dalam dan luar negeri.
Terlebih kehadiran Gantz dianggap berjasa besar dalam meningkatkan kredibilitas Israel dengan mitra-mitra internasionalnya, Gantz bahkan disebut-sebut sebagai calon terkuat pengganti Netanyahu jika Israel menggelar pemilihan umum saat ini.
Kabinet Netanyahu Resign Massal
Tak hanya Gantz saja yang resign, sebelumnya sejumlah pejabat senior militer Israel yang berada di Unit Pasukan Pendudukan Israel (IOF) kompak mengajukan pengunduran diri massal.
Seperti Kolonel Butbul dan Kolonel Moran Katz yang mengundurkan diri dari kursi jabatannya di Unit IOF. Tak lama pasca informasi mencuat, Juru Bicara Internasional untuk militer pendudukan Israel, Letnan Richard Hecht juga ikut mengundurkan diri.
Baca juga: Houthi Tangkap Mata-mata AS-Israel di Yaman yang Jadi Budak CIA dan Mossad
Disusul sejumlah tokoh penting yang tergabung dalam pasukan militer Laksamana Muda Daniel Hagari, seperti Kolonel Butbul, dan Kolonel Moran Katz, sebagaimana dikutip dari Al Mayadeen.
Tak dijelaskan secara spesifik mengenai alasan mengapa pejabat militer Israel kompak melakukan resign massal. Namun menurut informasi yang dihimpun media lokal Channel 14, pengunduran diri mencerminkan adanya gangguan dalam Unit, akibat ketidaksepakatan antara mereka mengenai pendudukan di Rafah, Gaza, Palestina.
Tak sampai disitu, sejumlah pasukan dilaporkan kabur dari batalyon demi terhindar dari tugas perang melawan Hamas di jalur Gaza, karena mereka lelah menghadapi krisis pangan dan tempat untuk tidur. Akibat masalah ini brigade baru Israel terancam bubar.