Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Menteri Israel Bezalel Smotrich Serukan Jenazah Warga Palestina Diarak Pakai Gerobak ke Pusat Kota

Menteri Keuangan Zionis Bezalel Smotrich yang ekstremis menyerukan agar jenazah penduduk Arab warga Palestina diarak pakai Gerobak ke pusat Kota

Penulis: Hasiolan Eko P Gultom
zoom-in Menteri Israel Bezalel Smotrich Serukan Jenazah Warga Palestina Diarak Pakai Gerobak ke Pusat Kota
RONEN ZVULUN / POOL / AFP
(Kiri ke Kanan) Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu dan Menteri Keuangan Bezalel Smotrich menghadiri konferensi pers di kantor Perdana Menteri di Yerusalem pada 25 Januari 2023. 

Menteri Israel Bazalel Smotrich Serukan Jenazah Warga Palestina Diarak Pakai Gerobak ke Pusat Kota

TRIBUNNEWS.COM - Perdebatan sengit terjadi selama rapat kabinet para menteri kabinet Israel mengenai penyerahan jenazah tahanan Palestina, Minggu (9/6/2024).

Debat sengit tersebut menyusul petisi yang diajukan ke Pengadilan Tinggi Israel oleh keluarga tahanan Palestina yang meninggal, Walid Daqqa.

Keluarga mendiang Daqqa meminta pihak Israel menyerahkan jenazah Daqqa yang ditahan oleh pendudukan Israel.

Baca juga: Operasi Karatan IDF di Shaboura, Pakar Militer: Baru Dua Batalyon Qassam yang Turun Tangan di Rafah

Daqqa meninggal di rumah sakit setelah bertahun-tahun menjalani hidup sebagai tahanan di penjara Israel. Kematiannya beriring kabar adanya penyiksaan seperti lazimnya yang dialami para tahanan lain Palestina di penjara Israel.

Dalam perdebatan itu, Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant adu debat dengan sejumlah menteri lainnya, termasuk mereka yang berasal dari partai sayap kanan ultranasionalis.

Dalam penjelasannya, Gallant menggarisbawahi kalau badan yang memiliki kewenangan untuk melepaskan jenazah Daqqa berbohong kepadanya.

BERITA REKOMENDASI

Dia menyebut, meski dalam diskusi internal ada kesetujuan melepaskan jenazah Daqqa, Menteri Israel yang dituntut atas kejahatan perang di Gaza tersebut mengatakan kalau dia akhirnya memutuskan untuk menahan jenazah Daqqa, namun memerintahkan untuk menyerahkan jenazah lima warga lain Palestina sebagai gantinya.

Perintah Gallant ini nyatanya tidak dilaksanakan aparatur Israel.

“Menteri Ben-Gvir memilih untuk mengabaikan keputusan saya dan menginstruksikan polisi untuk tidak mematuhinya,” katanya.

Ben-Gvir menjawab dengan menyatakan, "Ini adalah negara demokratis. Saya percaya bahwa melepaskan jenazah teroris adalah tindakan yang sembrono. Hal ini juga melemahkan kemampuan kita untuk bernegosiasi untuk pembebasan sandera atau jenazah mereka,".

“Saya tidak mengerti mengapa harus terburu-buru melepaskan mereka; kami harus menahan jenazah-jenazah tersebut,” bantahnya.

"Saya tidak mengerti dari mana datangnya hak untuk melepaskan jenazah secara tiba-tiba. Di mana hal itu ditetapkan? Tak seorang pun dari teroris Israel-Arab harus dibebaskan," kata Menteri Kehakiman Yariv Levin tentang Daqqa, yang berasal dari Baqa al-Gharbiyye , sebuah kota Palestina yang diduduki pendudukan Israel sejak tahun 1948.

Menteri Transportasi Miri Regev mempertanyakan, "Saya tidak mengerti bagaimana kita bisa masih punya (warga negara) yang disandera tapi (malah) menyerahkan jenazah (warga Palestina). Mari kita tunggu kesepakatannya."

Komentar lebih keras dilontarkan Menteri Keuangan sayap kanan, Bezalel Smotrich.

“Kita harus menempatkan jenazah-jenazah tersebut di atas gerobak dan mengarak mereka melalui pusat kota seperti yang dilakukan pada zaman Alkitab, sehingga orang-orang dapat melihat dan menjadi “contoh bagi mereka yang berpikir untuk melakukan serangan terhadap penduduk Yahudi.” dia berkata.

“Tidak ada jalan keluar – kita tidak boleh melepaskan jenazah” para jenazah Palestina saat ini, kata Perdana Menteri Benjamin Netanyahu.

Sebagai tanggapan, Gallant dengan marah mengatakan kepada para menteri, "Kalau begitu saya akan melepaskan wewenang saya untuk mengambil keputusan - putuskan apa pun yang Anda inginkan."

Namun, Jaksa Agung menyela, "Anda tidak bisa melepaskan wewenang Anda."

“Smotrich juga punya kewenangan mengambil dana dari Otoritas Palestina, dan kabinet mewajibkannya. Anda selalu bilang itu keputusan mayoritas, jadi tiba-tiba tidak ada mayoritas?” kata Ben-Gvir.

Perdana Menteri Netanyahu menyimpulkan pertemuan tersebut, “Kami memutuskan untuk tidak melepaskan jenazah” tahanan Palestina sampai pemberitahuan lebih lanjut.

Wanita Palestina menggendong jenazah anak-anak yang tewas dalam pemboman Israel saat mereka duduk di depan kantong jenazah berisi korban lainnya, di sebuah klinik kesehatan di kawasan Tel al-Sultan di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 26 Mei 2024. di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pejuang Rakyat Palestina (Hamas) terus berlanjut. (Eyad BABA / AFP)
Wanita Palestina menggendong jenazah anak-anak yang tewas dalam pemboman Israel saat mereka duduk di depan kantong jenazah berisi korban lainnya, di sebuah klinik kesehatan di kawasan Tel al-Sultan di Rafah di Jalur Gaza selatan pada 26 Mei 2024. di tengah konflik yang sedang berlangsung antara Israel dan kelompok Pejuang Rakyat Palestina (Hamas) terus berlanjut. (Eyad BABA / AFP) (AFP/EYAD BABA)

Jenazah Masih Dirahasiakan

Keluarga tahanan Palestina yang meninggal, Walid Daqqa, pada akhir April mengecam berlanjutnya penahanan jenazah oleh pendudukan Israel setelah Mahkamah Agung Israel mengatakan pihak berwenang memerlukan “lebih banyak waktu” untuk menyelesaikan prosedur yang diperlukan untuk pembebasan jenazahnya.

Keluarga Daqqa mengeluarkan pernyataan yang mengutuk tindakan hukuman yang tidak manusiawi tersebut, dan menyerukan kepada Komite Tindak Lanjut Tertinggi, partai-partai Palestina, dan organisasi hak asasi manusia lokal dan internasional untuk bergabung dengan mereka dalam mengakhiri ketidakadilan yang masih dihadapi pasca-mortem oleh tahanan tersebut.

Keluarga Daqqa mengumumkan kalau pendudukan masih menahan jenazah Daqqa, menjelaskan bahwa keputusan untuk menyerahkan jenazah ada di tangan Menteri Kepolisian Israel Itamar Ben-Gvir.

Keluarga tersebut mengungkapkan, mereka tidak mengetahui pemindahan Daqqa ke Rumah Sakit Assaf Harofeh Israel sampai mereka mengetahui kematiannya melalui media, bukan melalui saluran resmi.

Tahanan Palestina Walid Daqqa menjadi martir di dalam Rumah Sakit Assaf Harofeh pada tanggal 7 April setelah perjuangan selama hampir empat dekade di penjara-penjara pendudukan Israel, Komisi Urusan Tahanan dan Mantan Tahanan dan Masyarakat Tahanan Palestina (PPS) mengkonfirmasi pada Minggu malam.

Hal ini terjadi tak lama setelah kelompok hak asasi manusia Amnesty International menyerukan “Israel” untuk melepaskan Daqqa atas dasar kemanusiaan pada hari Sabtu.

Kelompok hak asasi manusia tersebut menegaskan bahwa tahanan Palestina tersebut telah mengalami penyiksaan, penghinaan, kurangnya kunjungan keluarga, dan pengabaian medis, terutama sejak dimulainya perang Israel di Gaza pada 7 Oktober 2023.

Pengabaian Medis

Mengenai kesehatan Daqqa selama dipenjara, pihak keluarga mengatakan bahwa penjajah Israel sengaja menerapkan kebijakan pengabaian medis terhadap syahid tersebut, yang kembali memperburuk kondisi kesehatannya, menjelaskan bahwa ia menderita penyakit ginjal.

Keluarga mengatakan bahwa sebelum kondisinya memburuk, kesehatan Daqqa telah membaik ketika terakhir kali mereka bertemu dengannya lebih dari enam bulan lalu.

Daqqa lahir di kota Baqa al-Gharbiyye, di wilayah '48 Palestina yang diduduki bagian utara.

Ia bergabung dengan Front Populer untuk Pembebasan Palestina (PFLP) pada tahun 1983 dan ditugaskan ke sel militer di garis depan tersebut.

Bersama rekan-rekannya di PFLP, Daqqa melakukan serangkaian operasi melawan pasukan pendudukan Israel dan menawan Moshi Tamam, seorang tentara Israel.

Dia ditahan dua tahun kemudian dan awalnya menerima hukuman mati, yang kemudian dikurangi menjadi 37 tahun penjara.

Pada tahun 2018, pendudukan Israel menambah dua tahun hukumannya atas tuduhan penyelundupan telepon kepada para tahanan untuk membantu mereka berkomunikasi dengan keluarga mereka.

Beberapa tahun lalu, istrinya, Sanaa Salameh, bisa melahirkan putri mereka, Milad, setelah menyelundupkan spermanya dari penjara.

Setelah mengetahui hal ini, "Israel" menjatuhkan hukuman keras terhadap Daqqa, memasukkannya ke sel isolasi dan membatasi hak kunjungannya.

Daqqa dianggap sebagai salah satu penulis dan pemikir paling terkemuka dari Gerakan Tawanan Palestina.

Israel menghukumnya karena perlawanannya, tidak memberinya akses terhadap perawatan medis yang layak dan pembebasan lebih awal meskipun kesehatannya menurun.

(oln/khbrn/almydn/*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas