6 Risiko Besar Apabila Israel Nekat Lawan Hizbullah, Tak Ada Jaminan untuk Menang
Mantan pejabat Israel, Chuck Freilich menjelaskan bahwa Israel memiliki 6 opsi yang harus dipertimbangkan dalam melawan Hizbullah.
Penulis: Farrah Putri Affifah
Editor: Bobby Wiratama
TRIBUNNEWS.COM - Mantan Wakil Penasihat Keamanan Nasional Israel, Chuck Freilich menjelaskan bahwa Israel memiliki 6 opsi yang harus dipertimbangkan dalam melawan Hizbullah.
Freilich mengatakan kepada surat kabar Haaretz, keenam opsi ini dapat menyebabkan perang multi-front.
Menurut mantan pejabat Israel ini, kemampuan Hamas saat ini telah meningkatkan kesediaan Hizbullah untuk melawan Israel.
Hizbullah yakin pihaknya dapat melawan Israel dan bahkan mengatasinya.
Freilich menyoroti enam opsi di antaranya, melanjutkan jalur yang ada, gencatan senjata sepihak, diplomasi koersif, inisiatif diplomatik, operasi terbatas, dan operasi besar.
Namun dari keenam opsi ini memiliki dampak masing-masing dan tidak memberikan jaminan kemenangan bagi Israel
6 Risiko Besar Israel
Mengutip dari Al Mayadeen, berikut 6 opsi atau risiko Israel dalam melawan Hizbullah:
1. Melanjutkan Kebijakan yang Ada Saat ini
Freilich mengatakan selama perang, Hizbullah maupun Israel berhati-hati dalam melakukan eskalasi.
Keduanya memiliki pertahanan yang sama setelah tahun 2006.
Jika kembali ke kebijakan seperti sebelumnya kemungkinan besar akan mengarah pada gencatan senjata jangka panjang.
Baca juga: Canggihnya Drone Hizbullah Buat Tentara Israel Kelabakan, Sulit Lakukan Pencegahan
Tentunya hal tersebut menjadi risiko yang besar bagi Israel.
Pasalnya, Israel tidak ingin kalah dalam melawan Hizbullah.
2. Gencatan Senjata Sepihak
Harapan Israel melakukan gencatan senjata sepihak adalah mengisolasi Hizbullah dan memaksa mereka melakukan gencatan senjata.
Namun ini akan menjadi risiko besar.
Freilich mengatakan dengan Israel memilih gencatan sepihak, maka mereka akan dilihat lemah oleh Internasional.
3. Peringatan atau Ancaman
Setelah gencatan senjata sepihak, Israel akan mengeluarkan peringatan kepada Hizbullah.
Peringatan ini meminta Hizbullah menghentikan serangannya dalam jangka waktu tertentu.
Dengan ancaman jika tidak berhenti maka Israel akan menyerang.
Akan tetapi opsi ini tidak akan disetujui oleh Presiden AS, Joe Biden.
Terutama saat ini, Biden akan maju dalam pemilu AS tahun ini.
Tidak hanya itu, Hizbullah juga kemungkinan besar akan menolaknya.
Sehingga ini bisa meningkatkan risiko sekala penuh.
4. Inisiatif Diplomatik
Menurut Freilich, apabila Israel mengambil opsi ini, maka akan sulit untuk mempertahankan kesepakatan.
Dia juga menyebutkan bahwa pengaturan seperti itu akan mengharuskan Israel untuk membuat konsesi teritorial di sepanjang perbatasan.
5. Operasi Terbatas
Dalam opsi ini, Israel berencana memaksa Hizbullah untuk menerima gencatan senjata.
Mereka juga meminta Hizbullah untuk menjauh dari perbatasan.
Sehingga penduduk utara dapat kembali ke rumah mereka.
Namun, Freilich mencatat operasi ini tidak memiliki jaminan kemenangan dan tidak akan memperbaiki situasi.
6. Operasi Besar
Freilich menjelaskan tujuan Israel menerapkan opsi ini adalah untuk membawa perubahan dalam situasi tersebut.
Akan tetapi, opsi ini memiliki risiko besar dan dapat memicu perang multi-front.
Risiko besar terutama akan berdampak pada perekonomian dan kemampuan militer Israel.
Menurutnya, dengan mengambil opsi ini maka akan menyebabkan meningkatnya sentimen anti-Israel di Amerika Serikat dan di seluruh dunia.
Selain itu, banyak orang akan menduga bahwa tindakan Israel didorong oleh kebutuhan Netanyahu untuk melanjutkan permusuhan untuk menunda pemilu.
Saat ini, Israel sedang mengalami krisis politik Internal.
Sehingga Israel sulit menangani situasi perang saat ini,
Freilich kemudian menyoroti kegegalan Israel dalam menghalau kemampuan Hizbullah.
Oleh karena itu, ia memperingatkan kepada Israel apabila ingin mengambil suatu keputusan harus diperhitungkan.
Pasalnya, semuanya bisa berdampak seperti 6 risiko besar di atas.
Konflik Hizbullah vs Israel
Hizbullah dan Israel telah terlibat dalam serangkaian perang sejak invasi Israel ke Lebanon selatan pada tahun 1982 selama Perang Saudara Lebanon.
Hizbullah akhirnya mengalahkan Israel, yang mundur dari Lebanon selatan pada tahun 2000.
Perang Lebanon tahun 2006 juga berakhir dengan kebuntuan yang disebut-sebut oleh Hizbullah sebagai kemenangan.
Setelah itu, Israel menarik diri dari Lebanon setelah konflik selama 34 hari.
Tahun-tahun berikutnya telah terjadi serangkaian bentrokan tingkat rendah antara Hizbullah dan Israel.
Akan tetapi kekhawatiran meningkat setelah invasi Israel di Gaza.
(Tribunnews.com/Farrah Putri)