Menteri Keamanan Israel Yoav Gallant Urungkan Niat Perang dengan Lebanon
Menteri Keamanan Israel, Yoav Gallant mengenai masalah kritis terkait perang di Gaza dan mengenai eskalasi di Lebanon ketika berkunjung ke AS.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Wahyu Gilang Putranto
TRIBUNNEWS.COM - Belum lama ini, Menteri Keamanan Israel, Yoav Gallant berkunjung ke Amerika Serikat (AS).
Di sana, Gallant berdiskusi dengan pejabat AS mengenai masalah kritis terkait perang di Gaza dan mengenai eskalasi di Lebanon.
Dari laporan The New York Times, para pejabat Amerika mencatat perubahan signifikan dalam pendirian Gallant.
Awalnya, setelah Operasi Banjir Al-Aqsa pada 7 Oktober, Gallant mengatakan bahwa "Israelm seharusnya menghancurkan Hamas dan Hizbullah".
Kini pandangannya telah berubah.
Channel 12 Israel juga melaporkan tekanan yang dilakukan Hizbulalh Lebanon terhadap pemerintah Israel dan militernya.
Pejabat AS telah menyatakan bahwa menghentikan pertempuran di Gaza akan menjadi cara paling aman untuk "meredakan ketegangan antara Israel dan Hizbullah," seperti yang disampaikan oleh The New York Times.
Laporan tersebut lebih lanjut menyebutkan bahwa rencana Presiden Biden dipertanyakan karena “tuntutan tambahan dari Hamas dan pernyataan ambigu dari Netanyahu.”
Pemerintahan Biden telah mendesak Israel untuk tidak berperang dengan Lebanon karena akan menjadi bencana bagi kedua belah pihak dan berpotensi memicu perang regional, terutama jika AS ikut campur.
Selain itu, dukungan Amerika Serikat terhadap Israel akan sangat memengaruhi kampanye presiden Biden, mengurangi suara warga Arab Amerika dan kaum progresif.
Israet telah berperang dengan kelompok perlawanan Palestina Hamas sejak 7 Oktober.
Baca juga: Israel Utara Membara, 25 Roket dan 3 Drone Hizbullah Bombardir Galilea Barat dan Kiryat Shmona
Tapi sampai saat ini, Tel Aviv belum mampu meraih kemenangan apa pun.
Hamas adalah kelompok yang jauh lebih kecil daripada kelompok perlawanan Lebanon Hizbullah, yang pada dasarnya tidak memiliki peralatan dan artileri berkualitas tinggi dan canggih.
"Oleh karena itu, karena Israel belum mampu mengalahkan Hamas dalam delapan bulan terakhir ini, kemungkinan Israel memenangkan perang melawan Hizbullah menjadi tipis," kata laporan New Yorks Times.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)