Iran Sangkal Terlibat Upaya Pembunuhan Donald Trump, Ungkit Kematian Qasem Soleimani
Iran menyangkal tuduhan yang diberitakan media Amerika Serikat (AS) mengenai keterlibatan mereka dalam upaya pembunuhan Donald Trump.
Penulis: Andari Wulan Nugrahani
Editor: Endra Kurniawan
TRIBUNNEWS.COM - Pada Rabu (18/7/2024), Iran menyangkal tuduhan yang diberitakan media Amerika Serikat (AS), mengenai keterlibatan mereka dalam upaya pembunuhan Calon Presiden (Capres) Donald Trump, Arab News melaporkan.
CNN melaporkan pada hari Selasa (17/7/2024), bahwa otoritas AS menerima laporan intelijen dari "sumber manusia" beberapa minggu lalu mengenai dugaan rencana Iran terhadap Trump, yang mendorong ditingkatkannya upaya untuk melindungi mantan Presiden AS ke-45 itu.
Ada media AS lainnya yang juga melaporkan hal yang sama.
CNN menerangkan, dugaan rencana tersebut tidak terkait dengan penembakan hari Sabtu (13/7/2024), di rapat umum kampanye Trump di Pennsylvania, yang membuat Trump mengalami luka di telinganya dan satu orang pendukungnya tewas.
Dewan Keamanan Nasional AS mengaku telah melacak ancaman Iran terhadap mantan pejabat pemerintahan Trump selama bertahun-tahun, setelah Teheran mengancam akan membalas dendam atas pembunuhan komandan Garda Revolusi Qasem Soleimani pada tahun 2020.
Qasem Soleimani merupakan pejabat Iran berprofil tinggi yang tewas dalam serangan pesawat tak berawak AS di negara tetangga Irak, akhir tahun 2020 yang lalu.
Misi Iran untuk Perserikatan Bangsa-Bangsa menyebut tuduhan bahwa Teheran mengotaki upaya pembunuhan Trump sebagai hal "tidak berdasar dan jahat."
Juru bicara Kementerian Luar Negeri Nasser Kanani mengatakan Iran "dengan tegas menolak keterlibatan apa pun dalam serangan bersenjata baru-baru ini terhadap Trump."
Namun, ia menambahkan bahwa Iran tetap "bertekad untuk mengadili Trump atas peran langsungnya dalam pembunuhan Jenderal Qasem Soleimani."
Soleimani mengepalai divisi operasi luar negeri Garda Revolusi Iran, yang mengawasi operasi militer Iran di seluruh Timur Tengah.
Diketahui, Trump memerintahkan pembunuhannya dalam serangan pesawat nirawak di luar bandara Baghdad.
Baca juga: Rusia Sambut Baik Penunjukkan JD Vance, Usulan Cawapres Trump untuk Ukraina Didukung Kremlin
Trump akan melanjutkan kebijakan pro-Israel jika terpilih
Dikutip dari Al Jazeera, jika kandidat yang diusung Partai Republik itu memenangkan pemilu AS 2024 yang diselenggarakan pada November 2024 mendatang, Trump kemungkinan bakal menjalankan kebijakan pro-Israel yang sama seperti ketika ia mengemban masa jabatan presiden sebelumnya, kata Shaher Ahmed Zakaria, asisten profesor ilmu politik di Universitas Lusail Qatar.
"Saat Trump menjadi presiden, ia memindahkan kedutaan AS dari Tel Aviv ke Yerusalem dan mendesak negara-negara lain untuk melakukan hal yang sama, jadi ia akan terus melakukan hal yang sama di masa depan," kata Zakaria kepada Al Jazeera.
"Trump juga kemungkinan akan mendukung penghentian pendanaan UNRWA, seperti yang dilakukannya sebelumnya," kata Zakaria.
Lebih jauh, pemilih Republik kurang tertarik dengan apa yang terjadi di Gaza.
"Sebagian besar pemilih Republik menginginkan agenda Trump yang mengutamakan Amerika - itulah yang mereka inginkan. Mereka tidak terlalu peduli dengan apa yang terjadi pada rakyat Palestina di Gaza," katanya.
“Ada pula blok pemilih evangelis yang besar yang cenderung memilih partai Republik dan mereka lebih peduli dengan Israel,” tambahnya.
Dalam pandangan dunia Kristen evangelis, pembentukan negara Israel pada tahun 1948 merupakan penggenapan nubuat Alkitab dan orang-orang Palestina dianggap “tidak ada” atau “musuh Tuhan, karena mereka adalah musuh Negara Israel”.
Menurut pengamat, penganut penafsiran kitab suci ini tidak peduli dengan hukum internasional atau perang dahsyat di kawasan tersebut.
(Tribunnews.com, Andari Wulan Nugrahani)