Analis: Pembunuhan Ismail Haniyeh Dapat Memicu Perang Skala Penuh dan Kehancuran di 3 Negara
Analis menyebut pembunuhan Ismail Haniyeh dapat memicu perang skala penuh sekaligus kehancuran 3 negara.
Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Nanda Lusiana Saputri
TRIBUNNEWS.COM - Dengan terbunuhnya pemimpin politik utama Hamas, Ismail Haniyeh di Iran, kemungkinan perang skala penuh antara Israel dan Hizbullah kini lebih dekat dari sebelumnya.
Namun Israel mungkin tidak menginginkan perang berskala penuh karena mereka tahu betul Hizbullah adalah mesin tempur yang jauh lebih tangguh daripada Hamas, menurut analisis dari John Lyons ABC News.
Pada tahun 2006, Israel pernah berperang dengan Hizbullah.
Perang itu tidak berjalan mulus bagi Israel.
Laporan resmi Israel, Winograd, memperjelaskan Israel tidak berhasil memenangkan perang itu.
Laporan itu menyadarkan Israel akan beberapa faktor penting: pertama, medan di Lebanon selatan jauh lebih sulit untuk berperang daripada daerah kantong datar dan kecil seperti Gaza.
Selain itu, Hizbullah dilatih, diberi sumber daya, dan dipersenjatai oleh Iran.
Meski beberapa rudal Iran berhasil mencapai Hamas, blokade Israel dan Mesir menghalangi jumlah senjata yang masuk ke Gaza.
Namun, dengan Hizbullah, tidak ada kendala seperti itu.
Hizbullah mengendalikan bandara internasional Beirut Lebanon.
Ini berarti pesawat yang membawa senjata dari Iran dapat terbang kapan saja.
Baca juga: Ali Khamenei: Balas Dendam atas Pembunuhan Pemimpin Hamas Ismail Haniyeh adalah Tugas Teheran
Selain itu, para pejuang Hizbullah jauh lebih terlatih dan profesional.
Salah satu alasan mengapa Presiden Suriah Bashar al-Assad mampu menghancurkan perbedaan pendapat internalnya, yang sebagian dipicu oleh kelompok milisi Muslim Sunni, adalah karena para pejuang Muslim Syiah Hizbullah membanjiri Suriah.
Hizbullah membantu Assad meraih kemenangan.
Selain itu, persenjataan rudal Hizbullah sangat tangguh.
Perkiraan intelijen yang dapat diandalkan menyebutkan jumlah rudal Hizbullah di Lebanon selatan — dekat perbatasan Israel — antara 120.000 dan 150.000.
Meskipun sistem Iron Dome Israel yang canggih sangat bagus, sistem itu tidak dapat menahan 20.000 atau 30.000 rudal yang ditembakkan sekaligus.
Rudal Hizbullah pun, secara umum, lebih mematikan daripada yang ditembakkan oleh Hamas.
Hizbullah diketahui memiliki persediaan rudal Farj buatan Iran yang sangat banyak, yang memiliki jangkauan yang jauh lebih besar daripada sebagian besar rudal yang digunakan oleh Hamas.
Bahkan persenjataan rudal Hizbullah dapat menjangkau setiap kota di Israel, menurut para ahli intelijen Israel.
Apakah Hizbullah Menginginkan Perang Skala Penuh? 2 Insiden Terbaru Mungkin Mempengaruhi
Hizbullah mungkin juga tidak menginginkan perang skala penuh.
Perekonomian Lebanon sedang terpuruk, setelah dihantam oleh banyaknya pengungsi dari Suriah dan ledakan di pelabuhan Beirut yang menghancurkan kepercayaan terhadap negara tersebut.
Rakyat Lebanon telah mendengar ancaman dari Israel, di mana Israel akan memperlakukan Beirut sama seperti Gaza.
Namun, ada dua insiden terbaru yang mungkin dapat mengubah arah keputusan Hizbullah.
Yang pertama adalah penargetan komandan militer Hizbullah Fuad Shukr di Beirut.
Baca juga: Sosok Fuad Shukr, Komandan Hizbullah yang Ditarget Jet Tempur Israel, Terlibat Serangan Beirut 1983
Israel mengklaim mereka telah membunuhnya.
Sementara Hizbullah belum mengkonfirmasi kematian Fuad Shukr.
Fuad Shukr adalah penasihat militer senior Sheikh Hassan Nasrallah, kepala Hizbullah.
Hizbullah pasti merasa mereka harus menanggapi penargetan ini secara dramatis.
Yang kedua yaitu pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh.
Haniyeh berada di Iran untuk menghadiri pelantikan presiden baru Iran, Masoud Pezeshkian.
Sehari sebelum Haniyeh terbunuh, ia bertemu dengan pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Khamenei.
Haniyeh tinggal di Qatar, bukan di Gaza.
Bagi AS, Haniyeh yang tinggal di luar Gaza, membawa keuntungan terutama soal negosiasi, menurut analis.
Faktanya, para sandera Israel yang dibebaskan dari Gaza dibebaskan setelah kesepakatan yang dinegosiasikan antara AS, Mesir, Qatar, dan Haniyeh.
Namun, jelas Haniyeh tidak memiliki "perlindungan Qatar" di Iran.
Pemimpin Tertinggi Iran Jadi Kunci Langkah Berikutnya
Saat ini, semuanya berada di tangan Iran.
Hizbullah tidak akan mengumumkan perang penuh tanpa persetujuan Teheran.
Perang skala penuh tentunya akan menjadi bencana besar bagi Israel, Lebanon, dan Iran.
Baca juga: Israel Mengaku Bertanggung Jawab Atas Pembunuhan Ismail Haniyeh, Iran Gelar Rapat Darurat
Secara militer, Israel, dengan bantuan Amerika Serikat, mungkin akan "memenangkan" perang skala penuh tersebut.
Namun, ribuan warga sipil akan tewas, dan ketiga negara akan mengalami kerusakan parah.
Semua mata kini harus tertuju pada pemimpin tertinggi Iran, Ayatollah Ali Khamenei.
Setelah kematian Haniyeh, Khamenei mengumumkan akan membalas dendam.
Khamenei menyebut, membalas dendam atas kematian pemimpin Haniyeh adalah tugas Teheran karena pembunuhan itu terjadi di ibu kota Iran.
"Dengan tindakan ini, rezim Zionis kriminal dan teroris menyiapkan dasar untuk hukuman berat bagi dirinya sendiri, dan kami menganggapnya sebagai tugas kami untuk membalas dendam atas darahnya karena ia telah menjadi martir di wilayah Republik Islam Iran," kata Khamenei, Rabu (31/7/2024) dalam sebuah pernyataan yang disiarkan oleh kantor berita resmi IRNA.
Dengan lampu hijau yang diberikan Khamenei, hanya tinggal menunggu waktu untuk melihat apa langkah Iran atau Hizbullah selanjutnya.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)