Merek Makanan Barat Alami Penurunan Laba karena Aksi Boikot Perusahaan yang Kerja Sama dengan Israel
Merek makanan Barat mengalami penurunan laba akibat kampanye boikot perusahaan yang bekerja sama dengan Israel.
Penulis: Muhammad Barir
Merek Makanan Barat Alami Penurunan Laba karena Aksi Boikot Perusahaan yang Kerja Sama dengan Israel
TRIBUNNEWS.COM- Merek makanan Barat mengalami penurunan laba akibat kampanye boikot perusahaan yang bekerja sama dengan Israel.
Gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS) berdampak signifikan terhadap laba perusahaan-perusahaan yang dianggap mendukung Israel seperti McDonalds, Coca-Cola, Pepsi, KFC, dan Starbucks.
Perusahaan yang mengoperasikan merek makanan dan minuman barat di negara-negara Muslim menderita kerugian yang signifikan.
Karena boikot yang sedang berlangsung terhadap perusahaan yang melakukan bisnis dengan Israel di tengah genosida warga Palestina di Gaza, Financial Times melaporkan pada tanggal 5 Agustus.
Konsumen di negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim, seperti Mesir, Indonesia, Arab Saudi, dan Pakistan, memboikot perusahaan seperti McDonalds, Coca-Cola, Pepsi, KFC, Starbucks, Mondelez, dan Pizza Hut untuk memprotes dukungan mereka terhadap Israel dalam perang di Gaza.
"Peristiwa ini belum pernah terjadi sebelumnya. Durasi konflik ini belum pernah terjadi sebelumnya. Intensitasnya belum pernah terjadi sebelumnya," kata Amarpal Sandhu, kepala eksekutif Americana Restaurants, dalam panggilan konferensi untuk melaporkan kinerja terkini perusahaan.
American Restaurants mengoperasikan merek seperti KFC, Pizza Hut, dan Krispy Kreme di seluruh Asia Barat dan Kazakhstan.
Boikot ini didukung oleh gerakan Boikot, Divestasi, dan Sanksi (BDS), sebuah kelompok solidaritas Palestina.
Didirikan pada tahun 2005, kelompok ini berupaya memberikan tekanan finansial kepada Israel agar mengakhiri pendudukannya di Tepi Barat dan Gaza.
Bulan lalu, McDonald's dan Starbucks sama-sama melaporkan penurunan penjualan dan laba sembari menyalahkan boikot atas perang Gaza.
McDonald's melaporkan bahwa penjualan globalnya menurun untuk pertama kalinya sejak 2020, dengan laba bersihnya turun 12 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu.
Starbucks mengumumkan bahwa penjualan di gerai-gerai Amerika Utara turun 2 persen, dan penjualan di seluruh dunia turun 7 persen. Total laba internasional turun 23 persen.
Financial Times mencatat bahwa selama pembaruan laba kuartal kedua, perusahaan multinasional lainnya ragu-ragu untuk menganggap gerakan boikot berdampak negatif pada laba.