Prancis, Jerman, dan Inggris Serukan Dimulainya Kembali Perundingan di Timur Tengah
Prancis, Jerman dan Inggris hari ini mengatakan bahwa mereka menyambut baik upaya Qatar, Mesir dan AS “menuju kesepakatan gencatan senjata.
Editor: Muhammad Barir
Prancis, Jerman, dan Inggris Serukan Dimulainya Kembali Perundingan di Timur Tengah
TRIBUNNEWS.COM- Prancis, Jerman dan Inggris hari ini mengatakan bahwa mereka menyambut baik upaya Qatar, Mesir dan AS “menuju kesepakatan gencatan senjata dan pembebasan sandera” antara Israel dan Palestina, Anadolu melaporkan.
Pernyataan bersama yang ditandatangani oleh Presiden Prancis Emmanuel Macron, Kanselir Jerman Olaf Scholz, dan Perdana Menteri Inggris Keir Starmer mengatakan bahwa mereka mendukung pernyataan bersama Emir Qatar Sheikh Tamim Bin Hamad Al-Thani, Presiden Mesir Abdel Fattah al-Sisi, dan Presiden AS Joe Biden yang menyerukan dimulainya kembali negosiasi dengan segera.
"Kami sepakat bahwa tidak boleh ada penundaan lebih lanjut," kata ketiga pemimpin Eropa.
"[Kami] telah bekerja sama dengan semua pihak untuk mencegah eskalasi dan akan berusaha sekuat tenaga untuk mengurangi ketegangan dan menemukan jalan menuju stabilitas."
Pertempuran harus segera berakhir, imbuh mereka, dan semua sandera yang masih ditahan Hamas harus dibebaskan.
Selain itu, mereka menegaskan bahwa rakyat Gaza membutuhkan pengiriman dan penyaluran bantuan yang mendesak dan tanpa hambatan.
"Kami sangat prihatin dengan meningkatnya ketegangan di kawasan ini, dan bersatu dalam komitmen kami untuk meredakan ketegangan dan menjaga stabilitas kawasan. Dalam konteks ini, dan khususnya, kami menyerukan kepada Iran dan sekutunya untuk menahan diri dari serangan yang akan semakin meningkatkan ketegangan kawasan dan membahayakan peluang untuk menyepakati gencatan senjata dan pembebasan sandera."
Macron, Scholz, dan Starmer mengakhiri pernyataan mereka dengan menekankan:
"Mereka akan bertanggung jawab atas tindakan yang membahayakan peluang perdamaian dan stabilitas ini. Tidak ada negara atau bangsa yang akan memperoleh keuntungan dari eskalasi lebih lanjut di Timur Tengah."
SUMBER: MIDDLE EAST MONITOR