IRGC: Bagi Israel, Menunggu Tanggapan Iran Lebih Sulit daripada Kematian
IRGC mengatakan Iran membiarkan Israel tersiksa secara batin ketika menunggu serangan balasan dari Iran atas pembunuhan Ismail Haniyeh.
Penulis: Yunita Rahmayanti
Editor: Nuryanti
TRIBUNNEWS.COM - Wakil Komandan Garda Revolusi Iran (IRGC), Brigadir Jenderal Ali Fadavi, menekankan Iran akan menentukan waktu dan cara untuk membalas Israel atas pembunuhan Kepala Biro Politik Hamas, Ismail Haniyeh, di Teheran pada Rabu (31/7/2024) lalu.
“Iran akan menentukan kapan dan bagaimana menghukum entitas tersebut (Israel) dan membalaskan dendam martir Ismail Haniyeh,” katanya, Selasa (20/8/2024).
Ia menekankan bahwa balas dendam Iran tidak dapat dihindari.
“Kegaduhan yang terjadi di entitas pendudukan (Israel) karena menunggu tanggapan Iran lebih sulit bagi mereka daripada kematian saat mereka menunggu tanggapan kami siang dan malam," lanjutnya, seperti diberitakan Tasnim.
Pernyataan ini menyusul konferensi pers yang disampaikan oleh juru bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Nasser Kanaani, bahwa Iran tidak akan mundur dari pembalasan terhadap Israel.
"Keputusan dan hukum internasional memberikan hak bagi Iran untuk menanggapi pembunuhan Kepala Biro Politik gerakan Hamas, sang martir Ismail Haniyeh oleh pendudukan Israel di Ibukota Iran, Teheran," kata Nasser Kanaani, Senin (19/8/2024).
"Iran adalah negara kuat yang telah membuktikan kemampuannya untuk membela kepentingan nasionalnya,” tegasnya.
Nasser Kanaani juga menekankan bahwa Iran tidak akan pernah mentolerir agresi apa pun.
Selain itu, ia mengatakan pembicaraan gencatan senjata antara Hamas dan Israel di Jalur Gaza tidak ada hubungannya dengan rencana Iran untuk membalas Israel.
Nasser Kanaani juga menyinggung peran Amerika Serikat (AS), sekutu Israel yang juga menjadi mediator perundingan tersebut selain Mesir dan Qatar.
“Pemerintah AS harus menunjukkan apakah perundingan ini merupakan manuver politik untuk mencapai tujuan politiknya dan memberi waktu bagi rezim Zionis (Israel) untuk melanjutkan pembunuhan terhadap rakyat Palestina atau memang dimaksudkan untuk menciptakan kondisi guna mencapai gencatan senjata,” kata Nasser Kanaani.
Selain itu, ia menegaskan dukungan Iran terhadap Hamas dan Hizbullah Lebanon tetap tidak berubah di tengah manuver diplomatik di kawasan tersebut, seperti diberitakan Iran International.
Baca juga: Tak Yakin Sikap Iran, AS Dukung Israel Tolak Tinggalkan Koridor Philadelphi di Perbatasan Gaza-Mesir
Jumlah Korban di Jalur Gaza
Saat ini, Israel masih melancarkan agresinya di Jalur Gaza, jumlah kematian warga Palestina meningkat menjadi lebih dari 40.139 jiwa dan 92.743 lainnya terluka sejak Sabtu (7/10/2023) hingga Senin (19/8/2024), dan 1.147 kematian di wilayah Israel, dikutip dari Euro News.
Sebelumnya, Israel mulai membombardir Jalur Gaza setelah gerakan perlawanan Palestina, Hamas, meluncurkan Operasi Banjir Al-Aqsa pada Sabtu (7/10/2023) untuk melawan pendudukan Israel dan kekerasan di Al-Aqsa sejak tahun 1948.
Israel memperkirakan kurang lebih ada 120 sandera yang hidup atau tewas dan masih ditahan Hamas di Jalur Gaza, setelah pertukaran 105 sandera dengan 240 tahanan Palestina pada akhir November 2023.
(Tribunnews.com/Yunita Rahmayanti)
Berita lain terkait Konflik Palestina vs Israel